Prof. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., kanan bawah, sebelah kirinya Prof. Novi (Ketua Umum HISKI Pusat), Prof. M. Harun (Wakil Ketua HISKI Pusat), dan Ferry Kurniawan sebagai moderator.

Dalam dua pekan beruntun di bulan Februari 2024, Himpunan Sarjana Kesusastraan (HISKI) Pusat untuk kedua kalinya menyelenggarakan Sekolah Sastra dengan tema “Sastra Pariwisata”.

Sebagai narasumber ahli ditampilkan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., Korprodi Doktor Kajian Budaya FIB Universitas Udayana, Bali).

Kelas diselenggarakan melalui jaringan zoom meeting dan YouTube Channel HISKI Pusat, TribunJatim Official, TribunMadura Official, Tribun Mataraman, Suryamalang.com, Harian Surya (TribunnewsSurya). Acara dibuka oleh Ketua Umum HISKI Pusat (Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum.), dilanjutkan sambutan dari Wakil Ketua HISKI Pusat (Prod, Dr. Mohd. Harun, M.Pd.). Kelas dimoderatori oleh Wakil Sekretaris HISKI Pusat Ferry Kurniawan, M.Pd.

Sekolah Sastra merupakan program inovatif HISKI Pusat sejak kepemimpinan Prof. Novi. Selama tahun 2024 dirancang pembahasan 12 topik aktual tentang kajian sastra, dibawakan oleh narasumber ahli yang berbeda setiap bulan. Setiap topik dibahas dua kali, dipilih hari Sabtu, berarti setiap narasumber tampil dua kali.

Sekolah Sastra dimaksudkan sebagai forum bagi anggota HISKI dan kalangan guru serta umum untuk memperdalam pengetahuan tentang kajian sastra yang terus berkembang. Sejauh ini, peserta puas dengan penyajian materi dan tanya-jawab, seperti dapat dirasakan dari banyaknya yang hadir, dan salah satu komen jenaka berikut:

Bulan Januari misalnya tampil Prof. Djoko Saryono membahas “Etnopuitika” (dua kali) dan bulan Februari tampil Prof. Darma Putra membahas “Sastra Pariwisata”. Sampai 4 kali digelar, pesertanya di atas 350 orang dari seluruh Indonesia. Tiap acara berjalan dua jam, penuh dengan tanya-jawab yang dinamis dan kritis.

Pada pertemuan pertama (Sabtu, 3 Februari 2024) Prof. Darma Putra menjelaskan pengertian sastra pariwisata dan berbagai konsep yang berhubungan dengan kajian sastra pariwisata.

Prof. Darma menjelaskan bahwa sastra dan pariwisata merupakan bidang ilmu yang multidimensi dan multidisiplin, yang kajiannya diperkaya dengan teori ilmu-ilmu humaniora lainnya.

Sastra pariwisata terjadi ketika sastrawan atau karyanya menjadi sangat populer sehingga orang-orang tertarik pada lokasi yang terkait dengan penulis tersebut (misalnya tempat kelahiran, rumah, kuburan) atau yang ditampilkan dalam tulisan mereka.

Pada pertemuan minggu pertama, Prof. Darma juga memperkenalkan buku Sastra Pariwisata yang ditulis oleh anggota HISKI (Anoegrajekti, Saryono, Putra, 2020).

Dengan perkenalan tersebut, paling tidak Prof. Darma sebagai salah satu editor Sastra Pariwisata akan menyatakan bahwa sebelum terselengaranya kelas Sastra Pariwisata ini, sebagian anggota HISKI telah mengawali melakukan kajian sastra pariwisata.

Prof. Darma menjelaskan bahwa kajian sastra pariwisata dapat dibagi menjadi empat area, yaitu (1) tempat sastra (literary places): rumah sastrawan, kuburan, museum pengarang, dan setting sastra; (2) event sastra (literary events): festival sastra, Ubud Writers and Readers Festival; (3) tema terkait pariwisata, misalnya “Sajak Pulau Bali” (1974), Rendra, novel Eat Pray Love (2006) Elizabeth Gilbert, cerita rakyat “Putri Mandalika”; (4) alih wahana, misalnya film Laskar Pelangi, Eat Pray Love’dari novel masing-masing berjudul sama.

Area-area tersebut tentu saja bisa dikombinasikan, dengan menggunakan pendekatan kajian relevan termasuk kajian estetik, romantik, kritis, resepsi pembaca, post-kolonial, relasi kuasa, hegemoni, host and guests, dan representasi.

Sastra Pariwisata menyediakan objek dan wilayah penyelidikan baru bagi studi sastra dan studi pariwisata serasi dan selaras dengan fenomena global dan inisiatif Gerakan Nasional Literasi.

Selain itu, Prof. Darma juga menjelaskan bahwa sastra pariwisata juga mendukung pendekatan kreatif bagi penulis untuk mendorong penulisan karya sastra pariwisata dan bentuk tulisan lain yang sejak lama dilabel dengan travel writing, travelogue.

Museum Multatuli di Lebak Banten didirikan sebagai penghormatan terhadap sastrawan yang menulis novel Max Havelaar.

Selain kontribusi teoritik, multidisiplin, kajian kritis, dan creative writing, Sastra Pariwisata juga berkontribusi dalam penciptaan branding dan strategi pemasaran wisata destinasi. Namun, Prof. Darma juga mengingatkan bahwa tak akan ada kontribusi tanpa inovasi, tanpa aksi.

Di minggu pertama, kelas Sastra Pariwisata dihadiri oleh 350 peserta di Zoom meeting dan sekitar 600-an di YouTube Cannel. Selain menjawab sejumlah pertanyaan seputar pengertian sastra pariwisata dan contoh kajian sastra pariwisata, Prof. Darma juga memberikan sejumlah referensi yang memonitavi para peserta untuk lebih mendalami sastra pariwisata, misalnya buku Jenkins, I., & Lund, K. A. (Eds.). (2019). Literary tourism: Theories, practice and case studies; Watson, N. (Ed.). (2009). Literary tourism and nineteenth-century culture; Quinteiro, S., & Baleiro, R. (2018). Key concepts in literature and tourism studies; sejumlah artikel kajian

sastra pariwisata dan disertasi sastra pariwisata, misalnya Toba dalam Sastra: Peran Tiga Novel Indonesia dalam Promosi Destinasi Wisata Toba di Sumatra Utama (Bertova Simanihuruk, FIB Sumatra Utara, 2023) dan Manifestasi Ideologi Gender dalam Legenda Bergenre Romance di Destinasi Wisata (Yostiani Noor Asmi Harini, FIB Universitas Padjajaran, 2024).

Pada pertemuan kedua (10 Februari 2024) narasumber menjawab sejumlah pertanyaan yang belum sempat mendapatkan respon dan jawaban dari narasumber.

Dari sejumlah pernyataan di pertemuan kedua, Prof. Darma menekankan bahwa sastra pariwisata dapat dipahami dari segi kajian sastra dan proses kreatif. Prof. Darma mencontohkan salah satu karya kreatif sastra pariwisata yang telah diterbitkan anggota HISKI adalah Tarian Laut, Antologi 222 Puisi Maritim yang sebagian besar bertema wisata maritim.

Prof. Darma Putra (kiri atas).

Dari forum tanya jawab tersebut ada sejumlah hal yang dapat dicatat dan ditindaklanjuti bagi para peneliti sastra, antara lain kajian terhadap tempat kelahiran dan kuburan para penulis terkenal, yang belum banyak dilakukan oleh para peneliti sastra. Misalnya, kajian tanah kelahiran dan kuburan Pramudya Ananta Toer, Raja Ali haji, I Nyoman Panji Tisna, dan sebagainya.

Hal menarik lainnya adalah menjawab pertanyaan kriteria artikel hasil kajian sastra pariwisata, Prof. Darma menyarankan bahwa artikel yang memiliki peluang lolos ke jurnal scopus lebih baik menonjolkam subtansi masalahnya, bukan teorinya. Kelas Sastra Pariwisata minggu kedua dihadiri sekitar 260 peserta di zoom, berlangsung mulai pukul 10.00–12.10 WIB. (Pujiharto/ dp)