Dalam ‘Visit Museum Year 2010’ ini menarik untuk mengetahui turis dari negeri manakah yang paling senang berkunjung ke museum saat berlibur di Bali . Informasi ini akan berguna untuk membuat strategi promosi ke target pasar wisata dunia.
Sementara jawaban atas pertanyaan itu mesti ditunggu sampai program tahun kunjungan museum berakhir, sejauh ini statistik dari satu museum di Ubud menunjukkan bahwa wisatawan Jepang paling banyak berkunjung ke museum.
Dalam sebulan rata-rata 2000 orang wisatawan Jepang berkunjung ke museum.
Posisi lima besar wisatawan asing yang berkunjung ke museum setelah Jepang ditempati oleh Perancis , Korea , Taiwan , dan Belanda.
Kesimpulan ini ditarik dari statistik kunjungan wisatawan asing ke Museum Seni Neka, Ubud, antara tahun 2005-2008.
Jumlah kunjungan turis ke Museum Neka antara periode ini terus meningkat, mencapai angka rata-rata 70 ribu/tahun.
Tahun 2007, misalnya, angka kunjungan mencapai 73.362 orang untuk wisatawan asing dan domestik. Harga tiket masuk ke musuem ini adalah Rp 40 ribu/orang, naik sejak Juli 2008 dari Rp 20 ribu.
Paralel
Ranking pertama yang ditempati turis Jepang sebagai pengunjung museum paralel dengan ranking pertama yang senantiasa dicatat wisatawan Negeri Matahari Terbit ini dalam statistik angka kunjungan wisatawan asing per tahun ke Bali secara keseluruhan.
Turis Jepang ke Bali dalam beberapa tahun terakhir ini telah mencapai angka di atas 300 ribu.
Posisi kedua (sesekali pertama) ditempati oleh wisatawan Australia , namun turis dari negeri Kangguru ini tidak termasuk dalam lima besar wisatawan asing yang berkunjung ke Museum Neka. Mereka masuk dalam kelompok 10 besar.
Angka-angka yang ada memperkuat asumsi bahwa wisatawan Australia lebih senang menghabiskan waktu untuk surfing atau menikmati hangatnya mentari di pantai daripada ke museum.
Sementara itu, wisatawan Perancis dan Belanda yang angka kunjungan totalnya ke Bali jauh di bawah turis Australia , justru masuk ke dalam lima besar. Angka ini memperkuat kesan bahwa wisatawann Eropa tertarik akan museum.
Kenyataan bahwa turis Inggris dan Jerman termasuk dalam sepuluh besar pengunjung museum memperkuat besarnya minat wisatawan Eropa mengunjungi museum di Bali .
Angka kunjungan wisatawna per negara asal ke Museum Neka ini mungkin merefleksikan gmabaran umum. Jika ini benar, berarti kecenderungan ini bisa dijadikan dasar untuk melakukan promosi pariwisata.
Bahan Promosi
Statistik tentang asal negara turis yang senang ke museum ini bisa dijadikan bahan untuk merancang strategi promosi wisata agar promosi tepat target.
Setiap promosi pariwisata ke Jepang, Korea, Perancis, Taiwan dan Belanda, misalnya, sebaiknya diisi dengan penonjolan keberadaan museum di Bali sebagai daya tarik wisatawa.
Sebaliknya jika promosi ke Australia atau negara yang menyumbang pengunjung ke museum rendah promosi museum tidak menjadi keharusan. Artinya, promosi wisata hendaknya disesuaikan dengan minat target kunjungan turis yang hendak disasar.
Sepersepuluh
Dibandingkan wisatawan asing, angka wisatawan yang bertandang ke museum rendah sekali. Misalnya, dari 73.362 orang berkunjung ke Museum Neka tahun 2007, hanya 6013 orang di antaranya wisatawan domestik.
Angka ini menunjukkan wisatawan domestik hanya sepersepuluh dari total kunjungan wisatawan asing. Rendahnya angka kunjungan turis domestik ke Museum Neka menunjukkan kurangnya minat turis domestik untuk mengenal karya seni lukis.
Kenyataan ini juga bisa dijadikan pelajaran bahwa dalam melakukan promosi wisata untuk turis domestik, unsur museum tidak perlu dijadikan prioritas, kecuali mungkin untuk kepentingan darmawisata sekolah atau lembaga pendidikan.
Sejak 1976
Museum Neka adalah salah satu museum swasta yang dikelola secara profesional. Museum ini berdiri tahun 1976, tetapi baru dibuka secara resmi 7 July 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef (waktu itu).
Ketika berdiri, Museum Neka hanya memiliki 45 lukisan, tetapi tahun 2010 ini, koleksi itu berlipat menjadi 350 lukisan. Selain lukisan, Museum Neka juga memajang koleksi 272 keris.
“Keris ini sebagian dari pusaka keris kerajaan Bali seperti Karangasem dan Gianyar,” ujar Wayan Pande Sutedja Neka, belum lama ini di Ubud.
Museum Neka juga memajang sejumlah patung dan foto-foto Bali ‘tempo doeloe’. Foto hitam putih ini merupakan koleksi Robert Koke, warga Amerika yang merupakan salah satu tokoh pendiri hotel pertama di pantai Kuta tahun 1930-an.
Sebelum Museum Neka, di Ubud sudah berdiri Museum Puri Lukisan (1956), sedangkan sesudahnya berdiri beberapa museum yang juga dikelola secara profesional yaitu Museum Rudana (1995), Agung Rai Museum of Arts (ARMA) berdiri 1996, Museum Blanco (1998), dan Museum Patung Pendet di Nyuh Kuning (2002).
Visit Museum Year
Museum-museum swasta di Bali termasuk Museum Seni Lukis Klasik milik pelukis Gunarsa di Klungkung bergabung dalam Himusba. Kehadiran mereka jelas sebagai daya tarik wisata. Tahun 2010 ini pemerintah menggelar Visit Museum Year ( Tahun Kunjungan Museum ).
Selain sebagai daya tarik wisata, museum juga menjadi cultural heritage (warisan budaya) karena menyelamatkan karya seni adiluhung yang pantas diketahui oleh generasi mendatang.
Darma Putra
(dimuat koran TOKOH, 28 Februari 2010)