Tulisan berikut dikutip dari ‘Kata Pengantar’ buku Segara Giri Kontribusi Perempuan dalam Pariwisata Bali (2020).
Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rachmat-Nya-lah buku Segara Giri Kontribusi Perempuan dalam Pariwisata Bali ini bisa dirampungkan sesuai rencana.
Buku ini mengungkapkan kiprah dan kontribusi perempuan dalam perkembangan pariwisata Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Tahun 2003, sekitar 17 tahun sebelumnya, saya menulis buku Wanita Bali Tempo Doeloe Perspektif Masa Kini (2003, cetak ulang 2007).
Terus terang tidak pernah terpikir sebelumnya kalau ternyata buku Segara Giri ini hadir dengan kaitan tematik yang erat dengan buku yang saya tulis sebelumnya. Yang jelas saya memiliki perhatian dan senang mengumpulkan bahan-bahan tulisan tentang prestasi perempuan.
Tahun 2014, saya meneliti dan menulis artikel tentang ‘srikandi kuliner Bali’ yang mengungkapkan peran perempuan Bali dalam pengembangan pariwisata melalui usaha makanan, warung, restoran, atau katering.
Artikel ini saya sampaikan dalam seminar pariwisata di Universitas Udayana dan kemudian dimuat dalam Jurnal master Pariwisata atau JUMPA, terbitan Prodi Magister Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana. Saat itu terus keinginan menulis topik perempuan dalam pariwisata Bali terus berkelebat, tetapi keinginan itu tidak terwujud karena berbagai kesibukan.
Tiba-tiba, dalam suasana pandemi sekitar bulan September 2020, saya mendapat dorongan dan inspirasi dari Dra. Ni Wayan Giri Adnyani, M.Sc, CHE., Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Sekretaris Utama Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk menulis kiprah perempuan Bali.
Gagasan awalnya adalah menulis beberapa sosok perempuan Bali yang berkontribusi dalam pembangunan secara umum. Namun, belakangan mengkerucut menjadi kontribusi mereka khusus dalam bidang pembangunan kepariwisataan.
Atas saran, dorongan, dan motivias, dan bantuan, saya ingin menyampaikan apresiasi kepada Ibu Ni Wayan Giri Adnyani. Dalam proses penulisan, saya mendapat banyak inspirasi.
Beberapa nama muncul untuk dipilih, akhirnya dengan pertimbangan waktu dan materi yang bisa digali dari setiap tokoh yang hendak dipilih, akhirnya saya tiba pada lima tokoh seperti tertuang dalam buku ini: Anak Agung Mirah Astuti Kompiang (perintis pariwisata di Sanur), Ni Wayan Giri Adnyani (Sesmen Kemenparekraf), Ni Putu Eka Wiryastuti (Bupati Tabanan 2011-2021), Ni Made Masih (Warugn Made), dan Ni Made Karyani (Mason Adventures).
Tentu saja ada banyak tokoh perempuan dengan kiprah dan kontribusi terhadap pembangunan kepariwisataan Bali selain yang lima ini. Mereka juga berhak mendapat apresiasi untuk digali pengalamannya sebagai inspirasi. Semoga lain kali apresiasi yang diharapkan ini bisa teruwjud.
Judul buku ini, ‘Segara Giri’, muncul dalam percakapan saya dengan Ida Bawati Prof. Dr. I Gde Pitana, M.Sc., yang pernah menjabat Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata. Guru besar pariwisata Universitas Udayana ini memiliki gagasan cemerlang dan senang berbagi pengetahuan.
Kapan pun saya perlu berdiskusi tentang kepariwisataan Bali atau Indonesia, saya selalu menghubungi beliau yang saya anggap sebagai ‘eksiklopedia pariwisata’. Atas ide judul, saran, dan motiviasi dalam penulisan buku ini, saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Prof. Pitana.
Ungkapan ‘Segara Giri’ berasal dari bahasa Jawa Kuna yang sudah menjadi bahasa Bali, yang berarti ‘laut’ dan ‘gunung’. Dalam kosmologi Bali, kedua tempat yang kontras ini: gunung identik dengan ‘ketinggian’, ‘laut’ identik dengan kedalaman.
Kedua tempat ini selalu dituju untuk ritual penyucian. Keduanya menjadi orientasi kesucian darimana keikhlasan dan kebahagiaan datang dan menuju.
Dalam buku ini, Segara Giri, dipakai sebagai kiasan untuk dua dunia pariwisata. Dunia ‘segara’ adalah dunia ‘masyarakat’ tempat para tokoh membangun usaha dan membuka lapangan kerja di bidang kepariwisataan dengan segala gelombang dan tantangan, sedangkan ‘giri’ adalah ‘dunia regulasi’ tempat para tokoh merancang ketentuan untuk tata kelola pariwisata.
Dari kelima tokoh yang ditulis dalam buku ini, Ni Wayan Giri Adnyani dan Ni Putu Eka Wiryastuti dianggap sebagai representasi ‘giri’, sedangkan tiga tokoh lainnya Abak Agung Mirah Astuti Kompiang, Ni Made Masih, dan Ni Made Yani adalah representasi ‘segara’.
Dalam menyusun buku ini saya mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, pertama-tama dari para tokoh yang kisahnya terungkap dalam buku ini. Saya berterima kasih tak terhingga kepada beliau-beliau atas waktu yang diluangkan di tengah kesibukan masing-masing untuk berbagai cerita pengabdian dalam pembangunan kepariwisataan Bali.
Secara khusus, saya menyampaikan terima kasih kepada Anak Agung Mirah Astuti Kompiang atau Ida Pedanda Istri Agung Karang beserta putra beliau Ida Bagus Ngurah Wijaya yang mendampingi beliau saat wawancara; Dra. Ni Wayan Giri Adnyani, M.Sc, CHE. dan suaminya I Nyoman Sutama; Ni Putu Eka Wiryastuti dan Ketua Bapelitbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja,S.T., M.T. yang mendampingi beliau pada saat wawancara; Ni Made Masih dan suaminya Peter Steenberger; dan Ni Made Karyani dan suaminya Nigel Mason.
Tanpa kemurahan hati beliau untuk berbagai cerita dan foto-foto dokumen, tidak mungkin buku ini terwujud seperti adanya kini.
Untuk rekan saya Freandy David Rumagit yang menyediakan beberapa foto dari Ibu Made Masih, saya menyampaikan terima kasih banyak. Terima kasih juga untuk Ary Bestari (Epistula Communications Bali , https://www.epistulacommunications.com/ ) yang mengizinkan kami memakai foto karyanya untuk sampul.
Desain sampul dan tata letak buku ini dirancang oleh rekan saya Ema Sukarelawanto yang memiliki talenta estetik yang tinggi dan selalu siap bekerja cepat, tepat, dan suasana suka-cita. Ini adalah buku keempat yang kami kerjakan bersama yang selalu prosesnya tidak pernah tidak lancar. Kepada Ema, saya menyampaikan apresiasi atas kerja samanya.
Kepada I Wayan Suweta, teman diskusi yang sempat membaca beberapa draft dari tulisan ini, saya juga menyampaikan terima kasih atas segala bantuan dan dorongan yang diberikan.
Terima kasih yang khusus saya sampaikan kepada istri tercinta Diah Suthari yang membantu todal dalam tiga hal: menemani proses wawancara dengan para tokoh, mengambil foto saat wawancara, dan menyunting draft-draft tulisan.
Semoga buku ini berguna bagi mereka yang tertarik akan perkembangan pariwisata Bali sejak 1950-an sampai sekarang. Tiap-tiap tokoh berbagi berbagai kiprah dan strategi serta pengabdiannya dalam membangun pariwisata Bali yang kiranya pengalaman dan pengabdian mereka itu bisa menjadi sumber pengetahuan atau inspirasi.
Denpasar, 5 Desember 2020
I Nyoman Darma Putra