UNDUH Sampul Buku, Kata Pengantar, Epilog, dan Penulis

 

dari Titik Nol Sabang

sastra pariwisata niscaya

menjadi layar terkembang

Gagasan menulis bersama buku Sastra Pariwisata muncul seusai penyelenggaraan Munas dan Konferensi Internasional HISKI di Aceh, 11‒13 Juli 2019. Penyelenggaraan kegiatan akademik semacam munas, konferensi, seminar tidak pernah terpisahkan dengan kegiatan wisata, baiksebelum maupun sesudah kegiatan pokok berlangsung. Namun, ketika Munas dan Konferensi HISKI di Aceh, hal itu terjadi “selama” konferensi berlangsung.

Alih-alih bertahan di ruang konferensi, beberapa warga HISKI justru memilih untuk jalan-jalan ke Titik Nol Sabang, dengan alasan mengisi kesempatan karena jadwal kepulangan tidak memberikan waktu cukup untuk berwisata sesudah konferensi. Mereka bertimbang-rasa, kapan lagi ke ujung Barat Nusantara, kalau bukan sekarang? Tidak mengherankan kalau pilihan berwisata itu menimbulkan pro dan kontra: penting mana, berkonferensi atau mau berwisata?

Karena banyak yang melihat keduanya sebagai kegiatan yang sama-sama penting, wacana pro dan kontra pun mengerucut menjadi tantangan dan ajakan untuk menulis bersama buku sastra dan pariwisata. Kebetulan waktu itu, tema “sastra dan pariwisata” atau “wisata sastra” mulai digadang-gadang untuk menjadi subtema konferensi HISKI di Gorontalo 2020.

Gagasan menulis bersama buku sastra pariwisata mulai ditawarkan lewat grup WhatsApp HISKI Pusat oleh Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M. Hum., termasuk salah satu di antara yang melenggang ke Titik Nol saat berkonferensi. Gayung bersambut. Peminatnya melampaui tiga puluh orang. Selanjutnya, dicarilah editor untuk mengawal kehadiran buku ini. Sambutan datang dari Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. dan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. Yang pertama termasuk yang mendukung pentingnya wisata dalam sastra dan sebaliknya, sedangkan yang kedua sudah sempat menulis makalah literary tourism untuk “Seminar Nasional Peran Bahasa, Sastra, dan Budaya dalam Pengembangan Pariwisata” yang dilaksanakan oleh Universitas Diponegoro tahun 2017. Kami bertiga akhirnya dengan sukacita merancang dan menyusun buku ini dari “titik nol” sampai selesai.

Mengapa Sastra Pariwisata?

Selengkapnya silakan unduh link di awal tulisan ini