Makan malam dengan kari kepala ikan di tengah (Foto-foto Darma Putra).

Kalau Anda ke Pinang tetapi belum sempat menikmati kari kepala ikan, berarti Anda harus kembali ke Pinang lagi. Ini terjadi karena belum ke Pinang namanya kalau Anda belum makan kari kepala ikan.

Saya sudah tiga kali ke Pinang, dua yang pertama ‘tidak bisa diklaim’ karena tak sempat mencicipi kari kepala ikan khas Pinang (dalam bahasa Inggris ditulis Penang). Menu kari kepala ikan Pinang sangat populer. Bumbunya pekat. Lezatnya bertingkat-tingkat.

Ke Pinang Pertama

Pertama, saya  ke Pinang tahun 2015 ketika mengajak mahasiswa Program Magister Kajian Pariwisata Unud untuk study tour ke kampus Universiti Sain Malaysia (USM).

Tuan rumah Prof. Bada Mohamed, dosen pariwisata USM, menerima kami dengan hangat. Kami hadir dan ikut membentangkan makalah dalam seminar tentang era baru pariwisata budaya.

 

Prof. Bada menjamu pembicara seminar dengan kari kepala ikan.

Sibuk seminar, membuat kami tidak sempat makan kari kepala ikan. Syukur ada waktu, jalan-jalan ke daerah Gegorge Town, warisan budaya dunia UNESCO. Karena bisa jadi orang tidak bisa mengklaim diri pernah ke Pinang jika belum melihat jejeran rumah khas warisan budaya dunia UNESCO di kota ini.

Kunjungan Kedua

Kali kedua pergi ke Pinang, saya ikut seminar yang digelar ITOP Forum (Inter Island Tourism Policy) Forum bulan Oktober 2018. Negara bagian Pinang menjadi tuan rumah. Anggota ITOP terdiri dari provinsi atau negara bagian kepulauan yang mengembangkan pariwisata. Bali termasuk salah satu di antaranya.

Bersama Prof Bada (tengah) saat di ITOP Forum 2018.

Pemerintah Pinang menyerahkan pelaksanaan Seminar ITOP Forum kepada USM Malaysia, dan lagi-lagi saya bertemu Prof. Bada karena dia yang meng-handle seminar.

Acara seminar ITOP cukup padat. Peserta dan pembicara disediakan makanan di hotel tempat pelaksanaan. Pendek kata, tak ada waktu untuk mencari karikepala ikan.

Sebenarnya ada acara makan malam ke luar waktu itu. Kami diajak pergi ke menara Komtar (Kompleks Tun Abdul Razak, mantan Perdana Menteri Malysia). Restoran yang dituju adalah yang berada di puncak gedung tinggi itu. Makanan yang dihidangkan makanan Barat, tidak ada kari kepala ikan.

Menerima kenangan dari Honorable Yeoh Soon Hin, Member of the Penang State Council of Tourism (EXCO) Tourism, Arts, Culture & Heritage (PETACH).

Lawatan Ketiga

Kali ketiga saya pergi ke Pinang adalah 8-10 November 2019, diundang oleh Prof. Bada untuk membentangkan makalah dalam acara “Penang Tourism Forum 2019”, dilaksanakan di kampus USM.

Penang Tourism Forum 2019

Seminar yang berlangsung hari Sabtu itu, dibuka oleh Honorable Yeoh Soon Hin, Member of the Penang State Council of Tourism (EXCO) Tourism, Arts, Culture & Heritage (PETACH).

Pembicara hadir dari empat negara yaitu Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Mereka adalah: Mr. Vin Lim (Malysia) dengan makalah “Digital Driven Transformation in Tourism”;

Dr. Therdchai Choibamroong (Thiland) dengan makalah “Directions of Thai Tourism: Plans, Policy & Governance”; Professor Dr. Nyoman Darma Putra (Bali, Indonesia) dengan makalah “Conservation of Heritage and Culture: The Case of Bali, Indonesia”.

Untuk sesi siang, tampil pembicara Haji Saiful Nang (Malaysia) dengan makalah “Digital Marketing in Tourism” dan Mr. Le Anh Van (Vietnam) dengan makalah “Sustainable Business Models in Tourism: The Case of Vietnam”.

Penang Tourism Forum 2019.

Selaku moderator adalah Prof. Bada yang selalu energik dan penuh semangat. Peserta forum adalah kalangan industri, dosen, mahasiswa, dan konsultan.

Akhirnya Kari Kepala Ikan

Malam hari, usai seminar yang sukses itu, kami diajak makan kari kepala ikan. Tempatnya pun istimewa, restoran yang sangat terkenal di Pinang untuk menu ikan.

Kami diajak ke Pen Mutiara, Pinang, berlokasi di Pelabuhan LKIM Batu Maung Bayan Lepas Pulau Pinang, Butterworth 11960, Malaysia. Dua meja dipesan terlebih dahulu untuk dinner bersama sekitar 14 orang.

Daftar menu paket.

Hidangan datang dengan cepat, terutama kari kepala ikan. Ada juga lauk cumi goreng, udang, telur, ikan, acar mangga, lalapan,  sayur hijau, dan tentu saja nasi putih dalam mangkok aluminium. Kami makan dengan cepat, lahap, karena enaknya.

Sup kepala ikan lezat sekali. Kuahnya cukup pekat, seperti kari. Lauk lain juga tak kalah nikmatinya. Teman-teman semeja kami sampai lupa mengambil nasi putih karena lauk ikan enak sekali.

Menikmati kari kepala ikan.

Di restoran ini, hadir penyanyi, menanpilkan selebritis yang terkenal era 1970-an. Ada penyanyi bernama Ricky, yang menurut Kamal, teman semeja saya, Ricky adalah penyanyi top.

Lagu Indonesia

Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu dangdut, irama Melayu, pop Barat, dan juga lagu Indonesia. Malam itu, saya mendengar tiga lagu Indonesia dinyanyikan biduanita, salah satu yang saya ingat dan hafal lagunya adalah “Cinta Luar Biasa” ciptaan Andmesh.

“Lagu Indonesia banyak terkenal di Indonesia,” ujar Kamal. Saya pernah mendengar hal itu dulu, tetapi ternyata masih berlaku sampai sekarang.

Bersama Saiful Nang, diantar oleh Prof Bada (tengah) ke airport Penang, arah menuju pulang.

Restoran ini terletak dekat laut. Tidak terlalu mewah, tetapi suasana restoran ini enak, akrab, dan menyenangkan. Menurut Prof Bada, restoran ini milik koperasi nelayan.

Rupanya restorna ini terkenal di kalangan selebritis atau pejabat. Salah satu buktinya adalah di sana tergantung sebuah foto di mana mantan perdana Menteri Malaysia, Tun Abdullah bin Haji Ahmad Badawi. Ada foto lain, dari tokoh bidang lain.

Dinner malam itu diakhiri dengan sajian buah semangka, jeruk, dan apel. Semuanya enak, hanya satu yang tidak, yaitu sebagai tamu saya merasa ‘tidak enak’ bertanya kepada berapa harga makanan di sana. Selain itu, semuanya enak.

Kali ini, saya boleh mengklaim saya sudah pernah ke Pinang, dan berharap masa-masa mendatang bisa lagi datang ke Pinang (darma putra).