Judul buku: Denpasar Kota Persimpangan, Sanur Tetap Ramai (25 Cerpen dalam 60 Tahun); Editor: I Nyoman Darma Putra; Penerbit: Buku Arti dan Pemkot Denpasar, 2014;Tebal: 301 halaman.
Setelah kumpulan puisi tentang Denpasar, kini terbit kumpulan cerpen bertema atau berlatar belakang Kota Denpasar. Antologi cerpen yang berjudul Denpasar Kota Persimpangan Sanur Tetap Ramai ini memuat 25 cerpen yang ditulis dalam rentang waktu 60 tahun, 1954-2014. Rentang waktu enam dekade ini menunjukkan bahwa kota Denpasar sudah sejak lama menjadi sumber inspirasi bagi cerpenis untuk menulis cerita.
Cerpen terawal dalam antologi ini adalah “Kisah di Jembatan Badung” karya Gangga Sila ditulis tahun 1954, sedangkan yang mutakhir ada beberapa seperti “Suatu Hari dalam Kehidupan Sengkrog” (2014) karya IDG Windhu Sancaya dan “Kita tak Pernah Sampai” (2014) karya Kadek Sonia Piscayanti.
Cerpen-cerpen dalam antologi ini banyak melukiskan situasi kota melalui kisah cinta baik antara sesama remaja lokal maupun antara remaja lokal dengan turis. Ada juga kisah tentang mistik (léak), semangat sejarah, multikultur, dan kehidupan sehari-hari warga kota Denpasar.
Walaupun kisah-kisah dalam cerpen ini adalah rekaan belaka, di dalamnya banyak tergambar fakta-fakta tentang suasana kota Denpasar dan gaya hidup masyarakat tempo doeloe hingga kini. Sebagian lainnya, cerpen-cerpen berisi aneka kesan dan perspektif pengarang tentang Denpasar. Kumpulan cerpen ini bisa menjadi sumber sejarah ‘kota’ yang menarik karena sepuluh, dua puluh, atau bertahun-tahun kemudian, fakta yang terlukis dalam cerpen mungkin akan dapat membantu membayangkan hal yang sudah hilang bersama waktu.
Antologi cerpen tentang Denpasar ini disunting oleh I Nyoman Darma Putra, dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. Darma sebelumnya menyunting dua kumpulan puisi tentang Denpasar yaitu Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012) dan Denpasar lan Don Pasar (2013). Kedua antologi puisi dan antologi cerpen ini diterbitkan atas bantuan Pemkot Denpasar, sebagai wujud komitmen pemerintah dalam pengembangan seni budaya khususnya sastra modern.
Penulis cerpen dalam buku ini berasal dari lintas generasi. Ada cerpenis senior seperti Putu Wijaya, Faisal Baraas, Noorca M. Massardi, Abu Bakar, dan Gde Aryantha Soethama, ada cerpenis generasi-tengah seperti Wayan Sunarta, Gde Artawan, dan I Wayan Artika, juga penulis generasi baru seperti Kadek Sonia Piscayanti, Sri Jayantini, I Putu Ari Kurnia Budiasa, dan Dewa Ayu Carma Citrawati.
Kehadiran antologi ini bisa dilihat sebagai kado para sastrawan untuk perayaan HUT Kota Denpasar ke-227 yang jatuh 27 Februari. Kado ini cukup tepat jika dilihat dari cita-cita Denpasar untuk menjadi Kota Kreatif Berwawasan Budaya, karena karya sastra adalah karya kreatif yang ikut menunjang cita-cita itu. Namun, lebih dari itu, cerpen-cerpen dalam kumpulan ini adalah usaha nyata editornya untk menyelamatkan cerita tentang Denpasar yang tersebar dalam berbagai media massa atau arsip pribadi.
Jika tidak ada tangan gigih Darma Putra untuk mengumpulkan, tentu saja karya sastra yang juga merupakan warisan budaya (cultural heritage) tidak akan pernah tersaji kepada publik dan mudah diakses seperti adanya kini. Dilihat dari kehidupan sastra Indonesia, antologi cerpen ini adalah sumbangan nyata dari Denpasar untuk dinamika cerpen Indonesia yang kian semarak. (Bali Post, Minggu, 22/2/2015).
Rilis di Radar Bali, 23 Februari 2015