Oleh I Nyoman Darma Putra
Penjara Denpasar awalnya terletak di Jalan Diponegoro, Pekambingan. Namanya LP atau Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Denpasar. Tahun 1983 Penjara Denpasar dipindahkan ke Kerobokan, Kabupaten Badung, nama resminya tetap Lapas Denpasar. Namun, belakangan setelah renovasi, gedung penjara itu memasang logo baru: Lapas Kerobokan.
Tanda nama baru itu dipasang setelah renovasi gedung rampung. Proses renovasi dilakukan setelah lapas dihancurkan dan dibakar oleh napi beberapa waktu lalu. Kini, wajah depan lapas tampak lebih bagus, namun beberapa bangunan di sisi lainnya seperti ruang jaga di atas tembok di sisi barat tampak agak rusak, tak tersentuh proyek renovasi.
Lapas Denpasar atau Kerobokan mencatat sejarah penting karena menjadi tempat menahan terpidana mati beberapa kali, mulai dari teroris Amrozi Cs sampai dengan dua terpidana mati anggota “Bali Nine” asal Australia, yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Di penjaran itu, pernah juga mendekam selama sekitar 9 tahun terpidana 20 tahun kasus narkoba, Schapelle Corby. Terpidana yang kasusnya paling banyak mendapat liputan media massa Indonesia dan Australia karena kasusnya penuh kontroversi, sejak 10 Februari 2014 sudah menghirup udara luar penjara. Corby mendapat pembebasan bersyarat. Dia belum bisa bebas pulang ke Queensland (Australia). Dia masih tinggal di Bali, wajib lapor secara reguler, sampai sisa hukumannya benar-benar habis.
Sejak Corby dan sembilan anggota Bali Nine mendekam di penjara tersebut, Lapas Denpasar atau Kerobokan banyak dikunjungi warga Australia. Mereka menengok terpidana, atau hanya berkunjung dari luar, sekadar ingin tahu seperti apa rupa penjara. Nama Lapas Kerobokan populer sekali di Australia karena kerap sekali muncul di media massa (TV, radio, koran). Selain itu, lokasi Lapas dekat dengan pusat turis di Seminyak dan kawasan Petitenget. Tidak mengherankan, banyak turis melenggang ke sana.
Kilas Balik
Penjara Denpasar sudah ada pada zaman Belanda. Belanda mulai menguasai Bali Selatan setelah jatuhnya Denpasar lewat perang Puputan Badung 20 September 1906. Segera setelah itu, pemerintah kolonial Belanda membangun alat kelengkapan pemerintahannya seperti kantor dan tentu saja penjara.
Tidak jelas tahun berapa pastinya penjara itu dibangun. Yang jelas dalam Peta Denpasar tahun 1915 yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda, penjara sudah hadir di peta itu, dan lokasinya memang di Jalan Diponegoro, Pekambingan. Di peta itu, ada bangunan yang bernama gevangenis, bahasa Belanda yang berarti ‘penjara’.
Ganti Pertokoan
Penggusuran Penjara Denpasar tahun 1983 dilanjutkan dengan pembangunan pertokoan di lokasi penjara. Tahun 1986, pertokoan yang diberi nama Kertha Wijaya rampung. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Bali Ida Bagus Mantra. Rupanya penggusuran penjara dan pendirian pertokoan ini bisa dilihat sebagai evolusi Denpasar menjadi kota modern. Dalam kota modern, pertokoan seolah lebih penting daripada penjara.
Denpasar mulai berkembang sejalan dengan kemajuan pariwisata sejak awal 1970-an. Cerahnya perkembangan pariwisata Bali membuat kian semangatnya investor untuk menanamkan modalnya di Bali. Selain dalam sektor akomodasi di Nusa Dua, Kuta, Tuban, dan Sanur, mereka juga menanamkan uangnya di bidang pertokoan di kawasan Denpasar.
Setelah pertokoan Lokitasari di Jl Thamrin dan Kumbasari di Jl Gajah Mada, proyek pertokoan berikutnya bermunculan di Jalan Diponegoro. Proyek pertama adalah menggusur penjara yang luasnya sekitar satu hektar. Untuk bisa menguasai tanah penjara, investor harus mencari lokasi baru dan membangun gedung penjara pengganti yang siap pakai.
Lokasi gedung penjara pengganti dipilih di wilayah Kerobokan, daerah yang dekat dengan Kantor Pengadilan tetapi tidak di tengah kota. Ketika itu, lokasi penjara Kerobokan berupa persawahan yang subur. Karena masih terisolasi, harga tanah di sana masih relatif murah. Dampak perkembangan pariwisata Legian dan Seminyak awal tahun 1980-an belum terasa di kawasan Kerobokan. Mulai 1983, LP Denpasar berganti nama menjadi LP Kerobokan.
Penggusuran penjara dengan proses tukar guling LP Denpasar diikuti proses serupa untuk aset-aset pemerintah lainnya di Jalan Diponegoro. Pertengahan 1980-an, investor mengambil alih lahan di sebelah selatan penjara Denpasar. Di sana ada lapangan Pekambingan, asrama polisi, dan kantor Polisi Resort Badung. Tahun 1970-an, lapangan Pekambingan sering menjadi arena gelar pasar malam, ada undian kocok dengan hadiah sepeda jengki. Hadiah sepeda tergolong hadiah mewah zaman itu.
Lapangan Pekambingan dan kantor polisi semuanya diambil-alih. Investor membangun kantor polisi dan asrama di Padangsambian. Di lokasi lapangan Pekambingan didirikan pertokoan Rimo, kantor bank, dan pertokoan. Semula kantor bank dipakai oleh Gedung Bank Harapan Sentosa. Bank ini bangkrut akibat krisis moneter akhir tahun 1990-an. Mulai awal 2000-an, gedung bank itu dipakai oleh Grahapari Telkomsel.
Dalam waktu yang bersamaan, pembangunan Mall Bali Ramayana dilakukan di atas tanah yang dulunya berupa kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Kantor Kejati pindah ke Renon. Pendirian Mall Bali ini menyusul berbinarnya pertokoan Matahari Duta Plaza di Jl Dewi Sartika dan Dewata Ayu yang mulai beroperasi 1989/1990. Dengan berdirinya pertokoan di Jalan Diponegoro, hilanglah sebagian jejak masa lalu kota Denpasar. Artinya, sejarah penjara diganti dengan sejarah pertokoan.
Jika ditengok ke belakang, pendirian penjara zaman Belanda itu diikuti dengan pendirian kantor kejaksaan, kantor polisi, dan kantor pengadilan di dekatnya. Pendirian kantor yang berkaitan dengan usaha penegakan hukum ini tampaknya sengaja dilakukan berdekatan satu-sama lain untuk kepraktisan pengamanan dan proses hukum.
Narapidana Melarikan Diri
Sebuah kejadian pada tahun 1977 mengehbohkan sistem dan institusi pengamanan penjara Denpasar. Pada tanggal 9 atau 10 Juli 1977, seorang narapidana asing melarikan diri dari penjara Denpasar. Pada saat yang bersamaan, seorang napi asing juga melarikan dari penjara Karangasem. Napi Denpasar bernama Donald Andrew (47), seorang pilot asal Inggris, sedangkan napi Karangasem bernama David Allen Riffe (36), seorang ko-pilot asal Amerika. Keduanya dijebloskan ke penjara karena kasus ganja. Keberhasilan mereka membobol penjagaan di penjara menjadi berita besar di Bali, berita utama di koran lokal.
Awalnya, Donald dan David ditangkap di bandara Ngurah Rai setelah petugas mendapatkan ganja 6,641 kwintal dari pesawat Cessna VH FGD 402B yang mereka terbangkan berdua. Dari modus operandi (dengan pesawat terbang) dan beratnya barang bukti, kasus Donald dan David ini jelas merupakan salah satu penyelundupan narkoba terbesar di Indonesia.
Mereka divonis 15 Februari 1977. Donald divonis penjara 17 tahun, denda Rp 20 juta, sedangkan David tujuh tahun. Barang bukti berupa pesawat terbang mereka disita, diserahkan ke Departemen Perhubungan. Demi keamanan, kedua bogolan dijebloskan ke dua penjara berbeda. Donald di penjara Denpasar, sedangkan David di LP Karangasem. Konon atas permintaan konsul negerinya, Donald diizinkan tinggal di kompleks rumah dinas Kepala LP Denpasar di kawasan penjara. Menurut keterangan, itu bukan pertama kali bogolan asing mendapat keistimewaan menempati ruang di luar bui.
Bogolan David dan Donald sering ke luar LP untuk makan. Habis belanja, mereka membawa oleh-oleh untuk petugas. Dua hari sebelum kabur, mereka dilaporkan menerima tamu asing, termasuk seorang wanita yang diduga istri David, dan bercakap dalam bahasa Inggris sehingga petugas tidak mengerti kalau ada konspirasi. Mereka diduga kabur dari Pelabuhan Padangbai atau Benoa dengan yatch (kapal pesiar kecil) menuju Singapura.
Tertangkap di Australia
Belakangan diketahui Donald dan David melarikan diri ke Amerika. Belakangan lagi, Donald diketahui sempat tinggal di Sydney. Petualangan Donald berakhir setelah dia ditangkap angkatan udara Australia di Darwin. Saat itu Donald menerbangkan pesawat bermesin besar Aero Commander, membawa mariyuna dan jenis narkoba lainnya. Berita tertangkapnya Donald di Australia dimuat di Bali Post (21/1/1978), tetapi sia-sialah waktu itu aparat berharap Donald bisa diekstradisi ke Bali, untuk dijebloskan kembali di LP Denpasar.
Peristiwa penyelundupan ganja satu kapal terbang oleh Donald dan David serta kaburnya mereka dari penjara Denpasar menorehkan sejarah hitam pada dua hal. Pertama, pada industri pariwisata Bali yang baru mulai tumbuh namun sudah disasar oleh sindikat narkoba internasional. Kedua, pada rapuhnya sistem pengamanan penjara di Bali khususnya dalam mengamankan napi sindikat narkotika internasional.
Sejarah hitam ini tentu bisa dijadikan pelajaran, apalagi kini, LP Kerobokan berisi banyak bogolan asing kasus narkotika, termasuk kelompok Bali Nine (sembilan warga Australia) yang divonis karena kasus penyelundupan sekitar 8,2 kg heroin di Bandara Ngurah Rai, April 2005. Namun, mengingat selama ini kerap terdengar berita napi (lokal) yang melarikan diri dari LP Kerobokan, sejarah hitam penjara Denpasar tahun 1977 tampaknya gagal memberikan pelajaran.
Sementara itu, pertokoan yang dibangun di bekas penjara Denpasar, yang semula untuk mengangkat citra Denpasar sebagai metropolitan tampaknya tidak sepenuhnya berhasil. Swalayan Tragia Kertha Wijaya, misalnya, sempat bersinar pada awal berdirinya untuk beberapa tahun ke depannya namun tak lama kemudian menjadi redup dan menjelang 2009 sudah gulung tikar. Toko-toko di sekitarnya juga banyak yang tampak kurang ceriah alias bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
Buka-tutupnya usaha di kawasan pertokoan Kertha Wijaya dan sekitarnya terus terjadi dan ini merupakan proses alami evolusi kota menjadi kota yang maju, bersih, dan memenuhi keperluan hidup warganya. Namun, mungkin banyak yang tidak tahu bahwa di sana dulu bercokol Penjara Denpasar.***
Sy kira penjara di ponogoro hanya sebuah cerita fiktif belaka. Ternyata kisah fiktif perlu dipertimbangkan kebenarannya, 50% percaya 50% tidak.
Fakta.
Bali kok segitunya ya ??