Bali Post, Rabu, 16 Oktober 2002
Oleh I Nyoman Darma Putra
TRAGEDI Kuta, Sabtu 12 Oktober lalu, langsung mengguncang bisnis pariwisata Bali. Ribuan wisatawan mancanegara tergopoh-gopoh meninggalkan Bali. Mereka yang merencanakan untuk datang ke Pulau Dewata, misalnya wisatawan Australia, buru-buru membatalkan niatnya. Hotel-hotel terancam kosong, biro perjalanan dan usaha wisata siap-siap gigit jari.
Mereka mulai pesimistik untuk bisa menjalankan roda usaha dengan normal. Masyarakat yang memiliki anak atau keluarga yang bekerja di hotel atau biro perjalanan juga cemas. Mereka khawatir, jangan-jangan PHK (pemutusan hubungan kerja) akan terjadi.
Merebut Simpati
Gelombang pesimisme ini tentu saja wajar. Namun, di balik kegundahan itu, masih ada titik cerah yang bisa kita yakini dapat membuat bisnis pariwisata Bali yang berada di ambang paceklik ini terselamatkan. Setidak-tidaknya ada tiga faktor yang membuat sektor pariwisata Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya bisa pulih lebih cepat, bahkan lebih cepat dari apa yang mungkin kita bayangkan.
Pertama, turis akan segera kembali ke Bali kalau pemerintah dengan cepat bisa menuntaskan kasus teror ini. Oleh karena itu, masyarakat perlu mendesak dan membantu pemerintah untuk secepat dan setuntas mungkin menangani kasus ledakan bom di Kuta dan isu teroris di Indonesia secara umum.
Target yang perlu dikejar pemerintah Indonesia dalam kondisi mendesak sekarang ini adalah cepat-cepat merebut simpati dunia internasional dengan jalan menunjukkan kepada mereka bahwa Indonesia serius mengejar pelaku dan otak peledakan bom di Kuta. Juga, secara strategis serta meyakinkan menyapu teroris dari bumi Indonesia. Tanpa tindakan ini, negara asing akan ragu mengizinkan warganya untuk berlibur atau berinvestasi ke Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Tanda-tanda ke arah cepatnya pemerintah bergerak menuntaskan kasus ledakan di Kuta sudah tampak. Hal ini terbukti dari tindakan Presiden Megawati dan para menteri kabinet Gotong Royong untuk mengutuk aksi teroris, lalu menyampaikan belasungkawa kepada korban, datang ke lokasi kejadian dan menjenguk korban di rumah sakit.
Upayanya menangani Tragedi Kuta dan isu teroris di Indonesia secara umum merupakan ujian besar bagi Presiden Megawati. Kalau dia berhasil, popularitasnya di Indonesia khususnya Bali akan terdongkrak naik. Sebaliknya, kalau gagal, kemungkinan besar dukungan masyarakat terhadapnya akan merosot tajam. Dari kepentingan politik ini, kita bisa melihat bahwa secara teoretis, apalagi kalau dia ingin memenangkan Pemilu yang akan datang, Presiden Megawati akan menuntaskan isu terorisme dengan cekatan.
Namun, yang agak merisaukan sejauh ini adalah kuatnya kesan perbedaan sikap di kalangan segelintir pejabat tinggi kita terhadap isu terorisme di Indonesia. Mudah-mudahan tragedi Kuta yang merenggut banyak korban dan mengancam kelangsungan ekonomi Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya bisa mengesampingkan perbedaan itu sehingga penanganan Tragedi Kuta dan isu terorisme tidak mengambang. Kesia-siaan ini akan memberikan dampak ekonomi dan sosial yang parah.
Harapan kita agar langkah awal yang ditunjukkan Presiden Megawati dapat diteruskan dengan baik sampai teroris yang beraksi di Kuta benar-benar tertangkap dan jaringannya terbongkar. Rasanya hanya dengan demikian, kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia pada umumnya dan daerah tujuan wisata Bali pada khususnya akan pulih. Tidaklah terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa kalau dalam satu atau dua minggu ini pelaku dan otak pemboman di Kuta terjerat, dan dunia internasional percaya atas hasil aparat Indonesia, wisatawan akan segera melirik Bali sebagai daerah untuk dikunjungi dalam liburan Natal dan Tahun Baru mendatang. Dengan kata lain, aktivitas pariwisata Bali akan mulai merayap naik akhir tahun ini dan awal tahun depan.
Bali tidak Hancur
Faktor kedua yang dapat mempercepat kedatangan wisatawan berkunjung ke Bali adalah kenyataan bahwa Bali tidaklah hancur karena serangan teroris 12 Oktober lalu. Walaupun korban jiwa dan material yang diakibatkan ledakan bom itu tak ternilai harganya, daya tarik pariwisata Bali seperti alam, budaya dan keseluruhan gaya hidup masyarakat Bali masih bisa dibanggakan sebagai modal penting daya tarik wisatawan. Kesadaran masyarakat Bali terhadap hal ini cukup baik karena mereka tahu bahwa pariwisata adalah sektor andalan.
Untuk selanjutnya, mulai sekarang dan pada masa-masa mendatang, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja keras untuk terus menjadikan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang berkualitas. Karakteristik daerah tujuan wisata berkualitas banyak, antara lain lingkungan bersih, keadaan aman, lalu-lintas tertib dan lancar. Selama ini tampilan Bali sudah mulai mengecewakan, seperti terlihat pada lingkungan yang kotor, sungai menjadi penimbunan sampah, tindak kriminalitas beruntun, dan lalu-lintas seperti neraka. Budaya buruk masyarakat Bali berlalu-lintas menjadi faktor negatif promosi pariwisata. Kinilah saat yang baik bagi masyarakat dan pemerintah untuk introspeksi dan bertekad untuk memperbaiki diri karena potensi seni budaya dan alam yang indah akan sia-sia kalau gaya hidup sehari-hari tidak mendukung.
Faktor ketiga, sikap dan tindakan yang diberikan masyarakat Bali terhadap kejadian dan korban ledakan bom sejauh ini sangat tepat sehingga memberikan kesan positif di mata korban yang selamat, teman dan keluarga mereka. Segera setelah kejadian, masyarakat tak hanya mengutuk pelaku terorisme atau menyatakan belasungkawa kepada korban secara verbal, tetapi mereka berdatangan ke lokasi membantu proses evakuasi.
Ada yang datang ke rumah sakit tempat korban luka-luka dirawat membantu petugas memberi pelayanan dan pengamanan. Sejumlah dermawan mengirimkan air minum dan makanan untuk para sukarelawan. Bantuan sukarela berupa fasilitas gawat darurat seperti tenda, saranan telekomunikasi, juga tersedia. Kepedulian seperti ini mempertebal citra Bali yang ramah di mata internasional. Masyarakat internasional paham bahwa ledakan bom di Kuta bukanlah kesalahan masyarakat Bali.
Rasa iba kepada nasib Bali pun kini sudah banyak didengungkan masyarakat internasional. Mereka menginginkan agar masyarakat internasional, khususnya investor asing, agar tidak menjauhi Bali, dan wisatawan tidak jera ke Pulau Dewata kelak kalau keamanan pulih. Pernyataan simpatik ini, misalnya, disampaikan oleh Kepala Kajian Asian University of Tasmania, Australia, Dr. Barbara Hatley, dalam wawancaranya dengan Radio ABC Australia (14/10). Dia mengimbau agar pengusaha Australia tetap menjaga hubungan bisnis dengan Bali pada saat-saat Bali sangat memerlukannya. Dorongan ini adalah tanda respon positif yang diberikan kaum akademik Australia terhadap Bali. Mereka sadar bahwa perekonomian Bali sangat tergantung pada sektor pariwisata dan investasi usaha terkait dari investor Australia.
Seorang aktivis PATA Australia, Andrew Sivijs juga bernjanji membantu mempromosikan Bali di mata internasional. Dia yakin, sekali keamanan terjaga dan kondusif, reputasi Bali sebagai salah satu tujuan wisata ideal wisatawan mancanegara tidak akan sulit dikembalikan. Seorang turis dari Frankfurt Jerman, Peter Lenz, lewat surat-surat dukacita yang dikirim kepada Bali Post (SD, 18/10), menyesalkan adanya teror tetapi menyatakan akan ke Bali lagi.
Kalau kasus teror bisa dituntaskan dalam waktu singkat, pengusaha penerbangan Australia dan maskapai negara lain yang melayani jalur ke Bali seperti Thai International, Singapore Airlines, Cathay Pasific, JAL, serta biro perjalanan luar negeri akan berusaha keras untuk mempromosikan Bali demi mengembalikan usaha mereka dan memulihkan aktivitas pariwisata Bali. Dengan kata lain, mereka akan gencar malaksanakan promosi liburan ke Pulau Dewata. Dari dalam negeri, usaha seperti itu tentu juga akan dilakukan oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia dengan dukungan penuh dari pemerintah dan industri pariwisata di Bali.
Merosotnya bisnis pariwisata Bali sudah berulangkali terjadi, misalnya ketika Perang Teluk, isu kolera, September Kelabu 1999, dan terakhir Tragedi WTC 2001. Kenyataannya, sinergi antara pemerintah dan swasta selalu dengan waktu relatif singkat bisa memulihkan bisnis pariwisata yang diakibatkan krisis-krisis tersebut. Kalau keputusan dan tindakan pemerintah menuntaskan terorisme meyakinkan, kita pun yakin wisatawan akan kembali ke Bali.
Yang jelas, dunia internasional dan calon wisatawan tidak membenci Bali dan tidak ada masalah dengan masyarakat Bali. Jika tidak ada bom meledak dan tidak ada teroris beraksi lagi di Bali, turis akan segera datang lagi. Mari berharap dan menjaga Bali.
Penulis, dosen Faksas Unud, pengamat pariwisata
Sumber: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2002/10/16/op2.htm