Pandemi Covid-19 mengubah secara radikal kegiatan industri pariwisata dari overtourism menjadi undertourism, yaitu dari fenomena pariwisata massal dan berlebihan menjadi kekurangan wisatawan. Jika pandemi berlalu, fenomena overtourism dan undertourism ini diharapkan bisa mewujudkan better tourism, yaitu pariwisata yang lebih baik, yang berkelanjutan dan yang dapat mendukung sustainable development goals (SDGs) yang merupakan agenda PBB 2030.
Hal itu terungkap dalam Online Seminar Series bertema “Pariwisata Bali di Persimpangan Jalan Menuju Era Baru” berlangsung secara daring, Selasa, 18 Agustus 2020. Seminar yang merupakan kerja sama antara Pusat Unggulan Pariwisata (PUPAR) Unud bekerja sama dengan Prodi Magister Pariwisata Fakultas Pariwisata Unud ini diikuti sekitar 130 peserta dari berbagai daerah dan universitas di Indonesia.
Istilah ‘better tourism‘ muncul dalam atau diperkenalkan oleh pembicara Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, ketika membahas perkembangan pariwisata Bali dalam konteks pandemi Covid-19.
Seminar dibuka oleh Ketua PUPAR Unud Dr. AAPA Suryawan Wiranatha, M.Sc. dan menampilkan pembicara kunci Prof. Badarudin Mohamed dari Universiti Sains Malaysia (USM), Penang, dan tiga pembicara utama, yaitu Agung Wardana, Ph.D. (dosen Fakultas Hukum UGM, Yogya), Ms Janet de Neefe (Founder and Director Ubud Writers and Readers Festival), dan Prof. I Nyoman Darma Putra (dosen Fakultas Ilmu Budaya dan peneliti di PUPAR Unud).
Seminar yang berlangsung 2,5 jam itu dipandu I Nyoman Ariana, M.Par., dosen Fakultas Pariwisata sekaligus sekretaris dari PUPAR Unud.
Moderator Nyoman Ariana.
Kajian Kritis
Dalam sambutan pembukaannya, Ketua PUPAR Unud Dr. AAPA Suryawan Wiranatha menjelaskan tujuan Online Seminar Series yang digelar adalah untuk mencari masukan kritis mengenai perkembangan pariwisata Bali.
“Kita memerlukan kajian kritis untuk mengawal perkembangan pariwita Bali ke depan, semoga pandemi segera berakhir,” ujarnya.
Untuk mendapatkan berbagai masukan itu, PUPAR Unud bekerja sama dengan Prodi Magister Pariwisata Unud melaksanakan online seminar series dengan mengundang para ahli. Dalam series pertama, 10 Agustus 2020, diundang sebagai pembicara kunci mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Drs. I Gde Ardika, didampingi tiga pembicara utama yaitu Dr. Myra Gunawan (mantan staf ahli dan Deputi Kemenbudpar 2000-2004), Dr. AAPA Suryawan Wiranatha (Ketua PUPAR), dan Dr. Ida Bagus Gde Pujaastawa (antropolog Unud, peneliti PUPAR).
Menurut Agung Suryawan, pariwisata merupakan sumber perekonomian Bali yang sangat penting oleh karena itu harus dipastikan perkembangannya bisa berkelanjutan. “Pariwisata Bali perlu terus dibangun agar keuntungan ekonomi diperoleh untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak sumber daya alam dan budaya yang ada,” ujarnya.
Dari “Over Tourism” menjadi “Under Tourism”
Dalam presentasi yang berjudul “Regional Tourism at the Crossroads: One Step at a Time”, Prof. Badarudin Mohamed menyampaikan bahwa pandemi telah menghentikan kegiatan pariwisata dunia. Tidak ada orang bepergian sehingga industri pariwisata berhenti total, kontras dengan apa yang terjadi sebelumnya.
Sebelum pandemi, pariwisata berkembang luar biasa sehingga membuat beberapa objek wisata menjadi penuh sesak dan berada dalam situasi overtourism, seperti terlihat di Venesia, di Maya Beach (Thailand), Kyoto (Jepang), namun semasa pandemi semua itu berubah kebalikannya menjadi undertourism, sepi sunyi di mana-mana.
“Tahun 2020 yang semula menjadi rencana untuk meningkatkan kunjungan di berbagai tempat, seperti promosi Visit Truly Asia Malaysia 2020 dan Experience Penang 2020, menjadi berubah tak bisa terlaksana,” ujarnya Prof Bada.
Menurut Ketua Konsultan Master Plan Pariwisata Penang itu, nanti jika pandemi berkahir, kebiasaan membatasi pengunjung sebagai salah satu jalan untuk mewujudkan quality tourism sebaiknya diteruskan.
Di akhir presentasinya, Prof Bada menyarankan tiga hal yaitu (1) pergantian fokus dari mass ke quality tourism, (2) memberikan nilai pada harga [put value over price] sehingga wisatawan dapat mengapresiasi keunikan budaya destinasi, (3) saatnya menghentikan kerakusan komodifikasi dengan menghargai sumber daya dan mendorong wisatawan menjadi responsible tourist.
‘Undertourism’ Inspirasi ‘Better Tourism’
Segayut dengan Prof. Badarudin, pembicara dari Unud Prof. I Nyoman Darma Putra dalam presentasi berjudul “Overtourism: Cahaya di Balik The Dark Side of Paradise” menguraikan bahwa isu pariwisata di persimpangan jalan bukan hal baru, karena Bali sudah merasakan sejak awal pariwisata itu ada.
“Selalu ada tarik-menarik dan kontradiksi kepentingan dari berbagai stakeholder dalam pariwisata Bali. Protes hentikan foto wanita Bali telanjang dada adalah bentuk keluhan akan pariwisata yang dikembangkan untuk memuaskan wisatawan tetapi merendahkan harkat penduduk setempat khususnya perampuan Bali,” ujar Darma, penulis buku Wanita Bali Tempo Doeloe Perspektif Masa Kini (2003/2007).
Darma menyampaikan bahwa pariwisata Bali sudah berusia 100 tahun dan memiliki pengalaman yang semakin menguat untuk membangun keseimbangan dalam menghadapi masalah kepariwisataan sehingga menjadi lebih baik.
Menurut Darma, pandemi yang membuat overtourism menjadi undertourism harus dipetik hikmahnya untuk menyusun strategi mencapai apa yang disebutnya sebagai better tourism, dengan selalu mencari keseimbangan antara pengembangan dan pelestarian. Istilah better tourism diperkenalkan oleh I Nyoman Darma Putra dalam konteks pembahasan pariwisata Bali di tengah amukan pandemi Covid-19.
Bagi Darma Putra, istlah pariwisata Bali di persimpangan jalan perlu disimak dengan baik agar tidak keliru berfikir pada keharusan untuk memilih ‘belok kiri’ (membangun di Bali sebatas memenuhi hasrat investor) atau ‘belok kanan’ (membangun Bali yaitu membuat Bali lebih baik), tetapi bagaimana menjaga keseimbangan dinamik antara kepentingan keduanya.
“Situasi pandemi memberikan pelajaran untuk mewujudkan pariwisata yang lebih baik alias better tourism,” ujarnya.
Pariwisata Alternatif
Dalam presentasinya, Janet de Neefe menyampaikan berbagai poerkembangan pariwisata Bali, khususnya berdasarkan pengalamannya sebagai wisatawan (Australia asal Melbourne) yang kemudian menikah dan membuka usaha restoran dan akomodasi di Ubud.
Dia mengungkapkan pengalaman Bali membangun pariwisata menjadi lebih baik.
Janet de Neefe.
yang paling menonjol adalah gagasan membangun pariwisata alternatif seperti melaksanakan Ubud Writers and Readers Festival dan Ubud Food Festival. Kedua festival kelas dunia itu dirintis Janet dan timnya di Ubud sehingga berhasil membangun citra Ubud yang lebih baik.
Agung Wardana, penulis buku Contemporary Bali: Contested Space and Governance (2019), meninjau secara kritis dan teoritis pembangunan pariwisata Bali yang berada dalam pusaran ‘grow or die’, bangun atau mati. Jika pariwisata Bali dibangun terus, katanya, tentu banyak sumber daya yang dialihfungsikan, jika tidak dibangun pariwisata Bali akan mati karena akan kalah saing dengan destinasi lain.
Dosen Fakultas Hukum UGM ini memaparkan berbagai solusi praktis dan teoritis dengan segala implikasinya, namun di antara banyak pilihan itu dia memilih untuk usaha pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan.
Diskusi Hangat
Seminar berlangsung hangat sejak awal sampai akhir, diwarnai dengan pertanyaan kritis dari peserta. Karena waktu terbatas, semua pertanyaan dan gagasan yang muncul tidak bisa dibahas dalam seminar, tapi ditampung oleh PUPAR untuk nanti dijadikan masukan dan bahan kajian.
dalma penutupan, Ketua PUPAR Agung Suryawan menyampaikan terima kasih kepada narsumber dan peserta atas pertanyaannya yang banyak dan menarik.
“Semua berguna untuk membuat kajian perkembangan parwisata Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya,” ujar Dr. Agung Suryawan yang meraih Ph.D-nya dari University of Queensland, Australia itu.
Koprodi S-2 Pariwisata Dr. Ir. I Gusti Ayu Oka Suryawardani, M.Mgt., Ph.D. menyampaikan rasa puasnya terhadap perkembangan pemikiran dan pembahasan isu pariwisata dari pembicara dan peserta diskusi.
“Analisisnya bagus dan tajam sehingga banyak tambahan bahan untuk merumuskan gagasan pengembangan kepariwisataan Bali,” ujar Koprodi yang akrab disapa Agung Dani.
Agung Dani yakin diskusi juga bermanfaat pada peserta yang kebanyakan dosen dan peneliti pariwisata. “Kami dari lembaga senang berbagi untuk kemajuan bersama dan tentu saja kemajuan studi dan industri pariwisata Bali,” ujar Agung Dani (dap).