Tiga orang narasumber menjadi pembicara dalam seminar yang dimoderatori oleh Dr. Rima Devi ini, yaitu Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt. (Guru Besar Ilmu Sastra Universitas Udayana), H. Medi Iswandi, S.T., M.M., (Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang), dan Drs. Ferdinal, M.A., Ph.D., (Akademisi Pembelajaran Ilmu Sastra sekaligus Wakil Dekan I FIB Unand).

FIB – Program Studi Pascasarjana S-2 Ilmu Sastra FIB Unand mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Wisata Sastra Siti Nurbaya” pada Jumat, 7 September 2018. Acara yang diadakan di Ruang Seminar FIB Unand ini terselenggara berkat kerja sama antara Hima Magister Ilmu Sastra Magistra Andalusia, Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) Komisariat Unand, dan Pemerintah Kota Padang.

Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt. selaku pemateri pertama menjelaskan “Pariwisata Sastra: Kombinasi Kajian Sastra dan Kajian Pariwisata”. Ia mengungkapkan bahwa kontribusi sastra dalam memajukan pariwisata Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung, sudah terjadi sejak lama dan terus semakin nyata dalam satu setengah dekade terakhir ini.

Pimpinan FIB Unand berfoto bersama narasumber. (kiri ke kanan: Dr. Rima Devi (moderator), Imelda Indah Lestari, S.S., M.Hum. (Wakil Dekan III FIB Unand), H. Medi Iswandi, S.T., M.M. (narasumber kedua), Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt. (narasumber pertama), Drs. Ferdinal, M.A., Ph.D. (narasumber ketiga sekaligus Wakil Dekan I FIB Unand, dan Dr. Khairil Anwar (Ketua Prodi S-2 Ilmu Sastra).

Menurut Guru Besar Ilmu Sastra Universitas Udayana ini, sumbangan sastra dalam pengembangan kepariwisataan Indonesia tampak pada pelaksanaan festival sastra, terbitnya karya sastra yang membuat sebuah daerah menjadi terkenal sebagai destinasi wisata, filmisasi karya sastra yang secara tidak langsung mempromosikan daerah yang menjadi latar cerita, serta penggalian mitos atau cerita rakyat sebagai penciptaan branding sebuah destinasi wisata.

“Ada beberapa contoh untuk tiap-tiap fakta sastra yang telah menjadi kontribusi dalam memajukan pariwisata. Untuk festival sastra contohnya, ada Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) yang dilaksanakan setiap tahun tanpa absen sejak 2004 di Ubud. Untuk karya sastra yang membuat latar cerita dan lokasi syuting menjadi terkenal, ada novel Laskar Pelangi (2005) yang tahun 2008 difilmkan dengan judul yang sama. Sejalan dengan hal itu, novel Elizabeth Gilbert Eat Pray Love (2006) dan filmnya yang beredar 2010 telah membuat pariwisata Ubud khususnya dan Bali pada umumnya mendapat promosi yang luar biasa untuk mengembalikan citra yang sempat terpuruk akibat serangan teroris yang beruntun pada 2002 dan 2005,” ungkapnya.

Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt. mengungkapkan bahwa banyak karya sastra klasik dan karya sastra modern, serta peristiwa sastra yang fenomenal yang memberikan sumbangan pada perkembangan kepariwisataan Indonesia. Akan tetapi, ia menjelaskan bahwa kajian terhadap fenomena ini hampir tidak ada. Bahkan menurutnya, keadaan tersebut sangat kontras dengan suburnya kajian sastra berbasis disiplin, seperti sosiologi sastra, antropologi sastra, ekosastra, atau feminisme.

“Kajian pariwisata sastra mencakup dua hal yang berkaitan. Pertama, kajian atas aktivitas wisata yang menjadikan sastra dalam berbagai dimensinya sebagai daya tarik pariwisata. Kedua, kajian atas karya dan aktivitas sastra yang berkaitan dengan kegiatan kepariwisataan yang dilakukan dengan meminjam pariwisata sebagai ilmu bantu,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt. menjelaskan bahwa pola pendekatan sastra wisata dapat mengadopsi model-model kajian yang sudah ada selama ini, yakni yang memberikan perhatian pada karya sastra, sastrawan, dan peristiwa sastra. Ia juga berkata bahwa pendekatan pariwisata sastra di Indonesia pun dapat dilakukan dalam beberapa area. Pertama, mengkaji karya sastra yang bertema pariwisata. Kedua, mengkaji aktivitas sastra yang memberikan kontribusi pada industri pariwisata. Ketiga, mengkaji kegiatan wisata sastra yang menawarkan ikon atau daya tarik bersumber dari sastra atau sastrawan dengan segala dimensi. Keempat, mengkaji karya sastra yang ditransformasi ke dalam bentuk lain, seperti film yang kehadirannya memiliki dampak langsung maupun dampak tidak langsung terhadap industri kepariwisataan.

Pembicara kedua, H. Medi Iswandi, S.T., M.M., selaku Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang menjelaskan “Pariwisata Kota Padang yang Berkaitan dengan Situs-Situs di Siti Nurbaya”. Ia mengawali materi dengan mengungkapkan beberapa tempat wisata yang ada di Kota Padang, yaitu Marina Batang Arau, Padang Lama, Gunung Padang, dan Pantai Air Manis.

Terkait tempat wisata tersebut, ia menjelaskan beberapa program pengembangan yang dilakukan. Beberapa programnya, yaitu penataan kawasan Padang Lama, penawaran investasi kereta gantung di sepanjang Pantai Padang – Gunung Padang – Batu Malin Kundang, penataan lokasi PKL, perbaikan fasad bangunan di sepanjang Muara Lasak, pemasangan batu alam pedestrian lanjutan, pembangunan sea wall, pembangunan akses jalan, pembangunan toilet, dan pembangunan masjid sebagai icon wisata halal.

Prestasi wisata yang diperoleh kota Padang, seperti yang disebutkan oleh H. Medi Iswandi, S.T., M.M., ialah 10 Kota Terbaik di Bidang Pariwisata 2018, Kota/Kabupaten terbaik pariwisata di Sumbar 2018, meraih platinum sebagai Kota Paling Potensial di Bidang Pariwisata 2018, World Best Halal Cullinary Destination 2017 (Restoran Lamun Ombak WTO), dan World Best Halal Tour Operator 2017 (Ero Tour WTO).

Ia mengungkapkan bahwa prestasi tersebut berhasil diraih karena kunjungan wisatawan nusantara dari tahun 2012 s.d. 2017 mengalami peningkatan, yaitu 2.465.807 orang pada tahun 2012 meningkat menjadi 4.368.375 orang pada tahun 2017. Begitu juga capaian kondisi PAD sektor pariwisata yang terdiri atas hotel, restoran, hiburan, dan restribusi per Juli tahun 2018 meningkat 27,53% dibandingkan dengan capaian waktu yang sama pada tahun 2017, yaitu 42.817.957.584 menjadi 54.604.102.110.

Dibalik capaian dan prestasi tersebut, H. Medi Iswandi, S.T., M.M. memaparkan bahwa pariwisata di Kota Padang masih berada pada masalah tertentu. Di Pantai Padang misalnya, terjadi abrasi, minimnya kesadaran dan kepatuhan PKL untuk tertib, sampah menumpuk, dan kurangnya penerangan pada malam hari.

Sementara itu, di Gunung Padang juga terdapat sejumlah masalah. “Wisata Gunung Padang belum memiliki daya tarik yang kuat karena sulitnya akses ke puncak. Di samping itu, juga diperlukan penataan PKL di pintu masuk, penertiban bangunan-bangunan liar, dibutuhkan toilet di gerbang masuk, dan perlu relokasi kapal nelayan dan pedagang ikan di sekitar gerbang masuk Gunung Padang,” paparnya.

Pembicara ketiga, Drs. Ferdinal, M.A., Ph.D., Akademisi Pembelajaran Ilmu Sastra sekaligus Wakil Dekan I FIB Unand membicarakan topik tentang “Situs Sastra menjadi Destinasi Wisata”. Ia menjelaskan penelitiannya yang berjudul “Authenticating Siti Nurbaya: Padang Literary Heritage”.

Drs. Ferdinal, M.A., Ph.D. menjelaskan bahwa wisata sastra yang berlatar belakang Shakespeare berkembang luar biasa di Inggris. “Kemudian, saya berpikir bahwa di Sumatera Barat, khususnya di Kota Padang, sebenarnya juga sudah dimiliki wisata sastra yang besar. Bahkan, wisata sastra ini tidak hanya besar di Indonesia, tapi juga besar di Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan beberapa negara lain. Wisata yang dimaksud berkenaan dengan cerita Siti Nurbaya. Kita sudah mempunyai icon wisata Siti Nurbaya, seperti kuburan Siti Nurbaya, dan Jembatan Siti Nurbaya,” ujarnya memulai hantaran.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang implementasi sastra terhadap wisata, Drs. Ferdinal, M.A., Ph.D. menjelaskan bahwa ia melakukan observasi mengenai wisata sastra Shakespeare ke London dengan tujuan agar nuansa atau cara pengembangan wisata sastra Shakespeare itu bisa juga dikembangkan di Indonesia, terutama untuk wisata sastra Siti Nurbaya.

“Di London, setiap hari dalam wisata sastra Shakespeare diadakan pertunjukan mengenai karya-karya Shakespeare. Ada sebuah telapak kaki yang dianggap sebagai telapak kaki Shakespeare, lalu masyarakat diajak untuk mengikuti telapak kaki tersebut. Selain itu, di sana juga terdapat sebuah pohon. Pengunjung bisa menuliskan keinginan atau apa pun perasaannya di kertas, lalu menggantungkannya di pohon tersebut. Dengan begitu, orang-orang menjadi terpancing untuk memahami karya sastra secara langsung,” jelasnya.

Drs. Ferdinal, M.A., Ph.D. menyatakan bahwa ke depannya Kota Padang juga bisa menerapkan hal-hal yang dilakukan dalam wisata sastra Shakespeare untuk wisata sastra Siti Nurbaya, seperti membuat rute perjalanan Siti Nurbaya, memperlihatkan cara berpakaian Datuak Maringgih/Siti Nurbaya kepada masyarakat, serta membuat pohon keinginan seperti yang dilakukan dalam wisata sastra Shakespeare.

Reporter: Mita Handayani dan Fanny Yudia Putra, Editor: Ayendi dan Ria Febrina, Admin: Gading Rahmadi

sumber: https://fib.unand.ac.id/index.php?option=com_k2&view=item&id=410:hima-prodi-s-2-ilmu-sastra-fib-unand-adakan-seminar-nasional-wisata-sastra-siti-nurbaya