Green Cliff merupakan daya tarik wisata baru Kabupaten Jembrana, Bali Barat. Sejak dibuka Juni 2017 lalu, tempat rekreasi di Desa Yeh Embang Kangin ini cepat menjadi buah bibir dan viral di sosial media.
Para remaja dan wisatawan mulai berkunjung ke Green Cliff untuk menikmati indahnya pesona hutan hijau nan luas, pemandangan langit dan laut yang memukau dari ketinggian dan kejauhan.
Saat berkunjung ke sana Sabtu, 5 Agustus 2017, saya terkenang pemandangan di Blue Mountains, NSW, Australia.
Green Cliff berlokasi sekitar 5 km masuk ke dalam dari jalan jurusan Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di sebelah timur Rambut Siwi. Jarak bisa ditempuh sekitar 10 menit, melewati jalanan desa hijau dan segar.
Dekat Rambut Siwi kini dibangun rest area untuk wisatawan. Jika mau, mereka bisa berkunjung ke Green Cliff yang tak jauh dari sana.
Di tepi jalan ada terpasang balihoo Green Cliff, menuntun arah pengunjung menuju ke sana.
Di beberapa tikungan juga dipasang tanpa sehingg pengunjung tak akan keliru arah. Jalanan mulus berhotmix, walau agak sempit karena jalan desa. Namun, lancar karena tidak begitu ramai.
Spot Indah Hutan, laut, Langit
Di Green Cliff terdapat spot indah dalam ketinggian yang memudahkan menatap hutan luas hingga ke laut Yeh Sumbul dan Rambut Siwi.
Di spot itu dibangun rangkaian kayu berundak tempat wisatawan bisa naik dan seperti berada di ketinggian hutan.
Di terajang kayu bertiang bambu itu, pengunjung bisa leluasa melihat hamparan kehijauan yang indah, laut dan langit biru di kejauhan.
Pemandangan hijau membuat segar mata menatap. Udara sejuk dan angin berhembus membuat pengunjung seolah dilumuri suasana fresh atau stressless.
Remaja yang berkunjung, pun wisatawan asing (sudah ada beberapa yang datang), asyik berfoto. Latar belakang hutan hijau sungguh memukau.
“Pagi hari tempat ini indah menatap matahari terbit,” ujar Kadek, warga Mendoyo yang beberapa kali menikmati sunrise di Green Cliff.
Sore hari juga indah, karena kehijauan hutan dan pesona biru laut yang menyatu dengan biru langit bisa dinikmati tanpa bosan-bosan.
Tiket Masuk
Harga tiket masuk Rp 5 ribu (anak-anak), Rp 10 ribu (dewasa), dan Rp 25 ribu (wisatawan asing). Harga tiket itu sudah termasuk satu botol minuman.
Kunjungan harian sekitar 50 orang, namun akhir pekan lebih ramai. Saat ramai, terajang kayu dan bale bengong bisa menampung sampai 250 orang.
Kalau pengunjung datang, tentu mereka suka di atas, baru turun kalau sudah merasa puas. Namun, kalau ke atas harus antre, pesona hamparan mutiara hijau hutan bisa dinikmati dari bawah terajang. Tak kalah indahnya.
Dikelola Pokdarwis
Green Cliff mulai dibangun Februari 2017 oleh Kelompok Sadar Wisata Banu Sejahtera Desa Yeh Embang Kangin, yang dirintis oleh Kepala Desa I Gde Suardika.
Suardika ingin mengajak masyarakat untuk melestarikan lingkungan, menyelamatkan hutan sebagai sumber kehidupan dengan menjadikan daya tarik wisata.
“Kami mengubah mind set masyarakat. Mencari manfaat ekonomi hutan dengan tanpa menebangnya tapi menjadikan daya tarik wisata sehingga tumbuh kesadaran melestarikannya,” ujar Ketua Forum Kepala Desa Se-Jembrana ini.
Cara melestarikan hutan bisa dipelajari dari nenek moyang. “Nenek moyang kita mewarisi hutan kepada kita seperti ini, kita mestinya juga begitu,” ujar Gde Suardika.
Dia terus memotivasi masyarakat karena hutan sumber segalanya, seperti sumber air untuk kehidupan dan pertanian.
Usahanya berhasil dengan membentuk Pokdarwis dan mendorongnya untuk membuat daya tarik wisata.
Pokdarwis dan masyarakat bergotiong royong membangun terajang kayu dan bale bengonng. Pembangunan dipimpin tukang Made Adhi (Made Mantra), dikerjakan kurang lebih 50 hari. Setelah siap untuk diluncurkan, maka objek wisata Green Cliff diresmikan bulan Juni 2017.
Kabar lahirnya daya terik wisata Green Cliff menyebar di sosial media. Kian gencar setelah diresmikan Juni 2017 oleh Wakil Bupati Jembrana Made Kembang Hartawan.
Promosi Lewat Sosial Media
Di era sosial media, mempromosikan apa saja tidaklah sukar. Begitu juga dengan Green Cliff. Promosi mudah dan efektif dilakukan lewat sosial media.
“Kami sudah perkenalkan di forum kepala desa se-Bali, jumlahnya 630 orang. Kepada kawan-kawan kades kami mohon Green Cliff dipromosikan lewat sosial media,” kata Gde Suardika.
Usahanya memberikan hasil yan cepat. Mulai banyak orang mengenal, mendengar, melihat (foto) Green Cliff di sosial media, makanya kian mulai banyak warga yang datang. Termasuk wisatawan asing.
Kunjungan Ke Green Cliff
Saya berkesempatan berkunjung ke Green Cliff, Sabtu, 5 Agustus 2017, dalam perjalanan ke Negara sebagai juri Lomba Jegeg Bagus Jembrana, digelas dalam rangka Festival Jembara ke-2 tahun 2017.
Saat ke Green Cliff, saya ditemani Kades Yeh Embang I Made Semadi, anggota DPRD Jembrana Sri Suthari, dan Kades Yeh Embang Kangin Gde Suardika.
Selain ke Gren Cliff, kami juga pergi ke objek wisata lainnya, Nusa Mara, tempat camping ground dekat sungai berair jernih dan memiliki potensi jalur tracking yang indah.
Ketika saya berkunjung ke Green Cliff sore hari, kami melihat ada beberapa remaja sedang berfoto-foto dan berswafoto di san. Beberapa wisatawan asing juga ke sana, naik motor yang di sampingnya terpasang pemegang papan selancar.
Mungkin turis itu tinggal di daerah pantai seperti Medewi, yang haus untuk melihat bagian alam lain dari Jembrana.
Kehadiran wisatawan lokal dan asing itu menandai objek wisata baru Green Cliff kian terkenal.
Teringat Blue Mountains Australia
Ketika menatap hutan dari Green Cliff, saya teringat pemandangan Three Sisters Blue Mountains di New South Wales, Australia. Lokasinya sekitar 2 jam naik kereta api dari Sydney.
Daerah yang menjadi warisan budaya dunia UNESCO ini adalah hamparan huan yang mahaluas dan hijau sejauh mata memandang.
Walaupun tidak seluas Blue Mountains, pesona Green Cliff tak kalah dengan kehijauan yang segar, menyejukkan tatapan mata dan meneduhkan sukma.
Selamat buat warga Yeh Embang Kangin, Jembrana, yang telah berhasil memanfaatkan potensi daerahnya sebagai daya tarik wisata baru. Sukses selalu (Darma Putra).