Darma Putra, saat diskusi buku Pasangan Pionir Pariwisata Bali, menghadirlan pembicara Raka Santeri (mantan wartawan Kompas), AA Gde Rai (mantan GM Bali Beach), AA Suryawan Wiranatha (Kepala Puslit Budpar Unud), dan Dasi Astawan (Undiknas University).

Ditulis oleh Ema Sukarelawanto

DENPASAR–Buku biografi Ida Bagus Kompiang-Anak Agung Mirah Astuti: Pasangan Pionir Pariwisata Bali karya I Nyoman Darma Putra mengungkap sejarah perkembangan pariwisata Bali dan menyodorkan fakta para pengusaha lokal pernah membuat konsorsium usaha sukses di masa lalu.

Hal tersebut terungkap dalam bedah buku tersebut di Gedung Bali Tourism Board (BTB), Kamis (19/7). Pengamat pariwisata AA Suryawan Wiranatha mengatakan aspek kewirausahaan dalam buku biografi ini dapat menjadi teladan generasi sekarang. “Apalagi, Pak Kompiang yang memulai bisnis perhotelan pada 1956 mengembangkannya dengan konsep pariwisata pro rakyat dan berkelanjutan, dua isu yang sangat aktual hingga saat ini,” kata peneliti dari Universitas Udayana ini.

Menurut Suryawan ketokohan Ida Bagus Kompiang dan istri sangat nyata bagi perkembangan pariwisata Bali. Sebagai orang lokal pertama yang membangun hotel di Sanur, pasangan ini tahu betul kebutuhan dunia pariwisata sehingga mempersiapkan segala aktivitas pendukung dengan baik mulai kamar hotel, artshop, biro perjalanan, restoran dan aspek lainnya seperti pertunjukan seni.

Ida Bagus Kompiang dan Anak Agung Mirah Astuti Kompiang

Bukan hanya itu, lanjutnya, Kompiang yang juga veteran pejuang ini pada 1970-an pernah menolak pembangunan hotel besar-besaran di Nusa Dua jika tidak menyejahterakan rakyat. Sikap idealismenya sebagai pejuang sangat mewarnai sepak terjang di bidang usaha pariwisata. IB Kompiang juga disebut memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan secara holistik yang patut diteladani hingga kini.

Tiga pembahas lainnya adalah wartawan senior Raka Santeri yang kini juga menjadi pengurus teras PHDI; mantan Dirut BTDC AA Gde Rai, dan pengamat ekonomi Pros Dasi Astawan. Ketiga pembicara sepakat Ida Bagus Kompiang juga pantas disebut sebagai salah satu pionir pariwisata Indonesia, mengingat kiprahnya pula di tingkat nasional selama ini.

Buku setebal 412 halaman ini diterbitkan JagatPress Denpasar dan diluncurkan pada Kamis (19/7) malam di Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur. Selain mengulas perjalanan merintis rumah penginapan pada 1956, buku ini mengungkap fakta sejarah bahwa pada 1960-an Ibu Kompiang telah memimpin delegasi kesenian ke luar negeri melalui Indonesian Floating Fair ke sejumlah Negara. IB Kompiang juga tercatat pernah menjadi konsul kehormatan empat Negara sekaligus yakni Swedia, Denmark, Finlandia, dan Norwegia.

Suami istri ini juga memimpin beberapa asosiasi terkait pengusaha pariwisata dan dipercaya menjamu para tamu Negara. Pada 2008 Ida Bagus Kompiang dan istri madiksa menjadi Ida Pedanda Gde Ngurah Karang dan Ida Pedanda Istri Karang serta menyerahkan tongkat estafet kepada anak cucunya. Ngurah Wijaya yang kini Ketua BTB mengatakan akan menjaga amanah keduaorangtuanya melanjutkan usaha pariwisatan yang tetap memerhatikan keharminisan alam lingkungan dan social budaya masyarakatnya.

Ida Bagus Ngurah Wijaya (paling kiri), putra pertama Pasangan Pionir Pariwisata Bali berfoto saat diskusi buku.

 

Raka Santeri menilai kedua pasangan sempurna sebagai umat Hindu karena di masa tua mengabdi kepada agama. Kata AA Gde Rai pasangan ini telah menjauhi duniawi dan mendekatkan diri kepada Tuhan, dia menyebutnya sebagai lengser keprabon, madeg pandito.(redaksi.dps@bisnis.co.id/k2)

sumber: http://bali-bisnis.com/index.php/biografi-ib-kompiang-istri-pionir-pariwisata-bali/