Udara sejuk di halaman Pura Gunung Baleku di Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, membuat suasana spiritual terasa dalam.

Pura yang terletak sekitar 15 km dari kota Mataram itu banyak dikunjungi oleh umat Hindu dari berbagai daerah seperti Bali, Nusa Penida, Jakarta, dan Lampung. 

Ada banyak pura di Lombok, seperti Pura Lingsar dan Pura Suranadi, namun Pura Gunung Baleku yang tak jauh dari pusat kota ini selalu masuk dalam daftar kunjungan utama dalam tirta yatra (wisata spiritual) ke Lombok.

Pura Gunung Baleku merupakan tempat pemujaan Dang Hyang Dwijendra. Pura ini berdiri di atas tanah seluas 12 are.

Terletak di ketinggian bukit, udara di sekitar pura menjadi sejuk dan pemandangan sekitarnya terhampar indah dan tampak kehijauan bebukitan dari kejauhan.

Sekitar 150 anak tangga.

Untuk menuju lokasi pura, ada jalan tangga beton sekitar 150 buah dengan lantai batu sikat yang kesed sehingga enak dilangkahi. Jalan setapak beton itu baru separo selesai, sedangkan separo lagi di bagian atas menuju pura masih jalan tanah. 

Ketika kami ke sana, tanah basah dan setengah kering. Semalamnya hujan deras. Namun, jalan setapak dari tanah itu tetap keras untuk ditempuh, tidak lincin.

Dari tempat parkir di tepi jalan, jarak pura tidak begitu jauh. Mungkin ada sekitar 150 tangga yang mesti dinaikki. Tak terasa lelah karena beberapa ratus meter sebelum pura, jalan setapak datar adanya.

Begitu lelah akan tiba, langkah sudah sampai di halaman pura.

Awalnya 3 Are

Awalnya Pura Gunung Baleku yang disebut dengan pura Dang Khyangan ini kecil, berdiri di atas tanah seluas tiga are. Beberapa perluasan dilaksanakan umat, dengan biaya berasal dari donasi umat baik sumbangan langsung maupun dari dana sesari.

Menurut Jero Mangku Suteja, ada satu sosok donatur yang bermurah hati. Seorang dokter dari Cakranegara. “Dialah yang menjadi salah satu donatur utama,” ujar Jero Mangku Suteja, pemangku yang tinggal di seberang jalan dari gerbang pura.

Fisiknya kuat, tiap hari berkali-kali bolak-balik ke pura dari rumahnya yang terletak di bawah. “Sudah biasa naik-turun,” ujarnya kalem. Kadang saat naik-turun, dia membawa barang.

Kunjungan ke Pura Gunung Baleku kerap ramai. Misalnya, saat hari raya Galungan, Kuningan, atau puranama tilem. 

“Odalan jatuh setiap Purnama Ketiga, berarti sekitar bulan September,” ujar Jero Mangku Suteja, seorang dari dua pemangku penjaga pura.

Pemuja Sampai 1500/ Hari

Saat odalan, warga pemedek ramai sepanjang hari. Jumlah pengunjung bisa mencapai 1000-1500 orang. Rangkaian odalan dilasakanalam dalam dua hari untuk memberikan kesempatan warga untuk bersembahyang tanpa perlu berdesakan di satu hari.

Di hari biasa, tentu saja pura agak sepi. Walau sepi, ada saja warga yang mekemit (tidur/ begadang jaga) di Pura. Warga yang datang bertirta yatra datang dari Bali, Lampung, juga dari Nusa Penida.

Perjalanan tirta yatra biasanya melewati rute Suranadi, Gunungsari, Batubolong, Jagatnatha. Dalam rute itu, Pura Gung Baleku selalu dikunjungi.

“Purnama Tilem, Kliwon. Warga Bali biasanya pakai bus. Kalau pribadi, mereka bawa mobil,” ujar Mangku.

Awalnya, hanya Jero Mangku Suteja yang menjadi penjaga Pura. Sejak tahun 2017, ada Mangku Alitan mengabdi di Pura Gunung Baleku.

Gusti Mangku Ngurah Suteja, kelahiran Selat Duda Karangasem. Usia sebulan sudah diajak keluarganya ke Lombok.

Awalya dia menjadi penjaga di Pura Segara di Ampenan. Mangku Suteja sudah menjadi pemangku di Pura Gunung Baleku sejak 1980, berarti sudah lebih dari 40 tahun.

Warga datang untuk memohon keselamatan dan juga anugerah. Ada warga yang datang untuk memohon kesembuhan dan juga memohon sentana (anak). 

Menurut Jero Mangku Suteja, dari Bali ada 36 keluarga yang memohon sentana di sini, dan mereka berhasil, yaitu melahirkan anak laki-laki 30, perempuan 6 orang.

“Setelah berhasil, mereka datang sembahyang lagi kemari, sebagai tanda terima kasih atas anugerah Dewa yang berstana di Pura Gunung Balek,” ujar Mangku Suteja.

Kami berkunjung untuk bersembahyang ke Pura Gunung Balek bersama Dr. I Wayan Wirata, A.Ma., S.E., M.Si. Rektor IAHN Gde Pudja. Waktu itu, Jumat 7 Oktober 2022, kami dari Prodi Doktor Kajian Budaya mengadakan sosialisasi prodi ke IAHN Gde Pudja. 

Usai kegiatan di kampus, kami diajak bersembahyang ke Pura Gunung Balek. Ikut dalam tim kami adalah Dr. I Wayan Tagel Eddy, M.S. (Korprodi S2 Kajian Budaya FIB Unud), Putu Sukaryawan, dan saya sendiri I Nyoman Darma Putra.

Saat naik ke pura, udara sejuk. Begitu juga saat turun dari Pura. Persembahyangan ke Pura Gunung Baleku sungguh membahagiakan. Pengalaman persembahyangan yang berkesan dalam (Darma Putra).