Pada hari Galungan suci

pancangkan penjor warna-warni

di dalam hati nurani

(Darma Putra, 18 Februari 2020)

Hari raya Galungan yang jatuh setiap enam bulan (Bali) sekali dirayakan oleh umat Hindu sebagai rasa syukur atas kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kebatilan). Perayaan dilaksanakan dengan ritual, menghaturkan sesajen kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan leluhur. Segalanya dilakukan dengan suka-cita. Penjor (bambu melengkung dengan hiasan janur dan segenap item ritual) dipasang untuk wahana pemujaan dan juga untuk ekspresi keindahan.

Namun, perayaan Galungan yang kali ini jatuh 19 Februari 2020 dibayangi bencana global yaitu virus corona dan juga masalah flu babi yang membuat warga sempat takut membeli, memasak, dan mengkonsumsi daging babi. Syukurlah, sedikit demi sedikit masalah itu teratasi, sehingga perayaan Galungan tetap berjalan dengan suka-cita.

Wabah virus corona yang muncul di Wuhan, Cina, tampak sangat ganas dan menakutkan. Korban berjatuhan di Wuhan, situasi di kota ini mencekam. Warga asing yang ada di Wuhan dievakuasi oleh masing-masing negaranya.

Warga Indonesia yang kebanyakan berada di Wuhan untuk melanjutkan kuliah juga dijemput, diajak pulang, dikarantina selama dua minggu di Natuna. Setelah dinyatakan clear, tidak terpapar virus, mereka diantar pulang ke rumah masing-masing.

Banyak negara menghentikan penerbangan komersial dari dan menuju Cina, khususnya kota Wuhan. Akibatnya, tiap negara menjemput warga mereka ke Cina, begitu juga pemerintah Cina menjemput warganya yang berlibur di berbagai negeri untuk diajak pulang. Tidakpernah terjadi situasi seperti ini.

Dampak bagi Bali

Bali ikut merasakan dampak wabah virus corona karena Cina merupakan pangsa pasar tertinggi di Bali. Dalam dua tahun terakhir, jumlah wisatawan Cina berkunjung ke Bali di atas 1 juta wisatawan per tahun, menempati posisi pertama, melampaui jumlah turis Australia.

Karena model berlibur secara paket yang mereka beli didominasi pengaturannya oleh biro perjalanan, maka wisatawan Cina kebanyakan berbelanja dengan sistem pembayaran wechat di toko-toko khusus wisatawan Cina, yang membuat tidak ada keuntungan apa yang tertinggal di Bali. Sampai-sampai Cina dianggap sebagai ‘Zero tourist dollar’.

Kini kedatangan wisatawan Cina seret, maka mereka menjadi ‘zero tourist dollar’ dalam arti sebenarnya. Sopir dan pemandu wisatawan Cina kehilangan pekerjaan. Toko suvenir dan restaurant yang biasanya digemari turis Cina, jadi sepi.

Edaran Gubernur Bali tentang virus corona dan penundaan Kintamani Festival.

Bali Kintamani Festival yang rencananya digelar 8 Februari 2020 dibatalkan. Festival ini pertama kali dilaksanakan 2019 dengan nama Balingkang Festival dimaksudkan untuk menarik wisatawan Cina. Balingkang dikenal sebagai kerajaan di daerah Kintamani pada abad ke-12 yang dipimpin Raja Jayapangus yang menikah dengan putri Cina bernama Kang Cing Wi (Video Festival Balingkang 2019).

Balingkang Festival atau Kintamani Festival menyajikan kekayaan seni budaya Bali dan Tiongkok yang dimaksudkan untuk menyajikan daya tarik wisata budaya untuk wisatawan Cina. Selama ini, wisatawan Cina umumnya menghabiskan waktu liburannya di seputaran Kuta, Sanur, Nusa Dua, dengan festival ini mereka dibujuk jauh ke Kintamani.

Isu Flu Babi

Isu kedua adalah virus flu babi yang dikabarkan menyerang babi dan menimbulkan kematian. Menurut  Cnn.com , daerah yang terdampak adalah Kabupaten/kota tertular yakni Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan. Sebaran virus ini bersifat nasional.

Di Bali isu flu babi menjelang Galungan agak menegangkan karena pada hari raya ini banyak masyarakat memotong babi atau membeli daging babi untuk sajian upacara dna konsumsi bersama. Menu terkenal untuk ini adalah lawar dan babi guling.

Sempat warga takut akan mengkonsumsi daging Bali karena ingin mencegah diri kemungkinan dari serangan virus. Ini kabar buruk bagi peternak dan penjual daging babi. Tapi, ketakutan itu sirna dengan cepat. Pemerintah sigap bertindak.

Setelah memastikan bahwa tidak ada pengaruh flu babi, pemerintah mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada babi dengan cara pesta makan babi guling. Pemerintah kabupaten dan kota di Bali secara bergiliran mengadakan makan bersama-sama makan babi guling untuk menjelaskan kepada warga bahwa babi tidak bahaya untuk dikonsumsi.

Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana menggelar makan babi guling bersama untuk menyatakan daging Bali aman dikonsumsi.

Langkah jaminan pemerintah termasuk mangkus, efektif, buktinya masyarakat mau membeli dan mengkonsumi daging babi, khsusunya dihari Penampahan (pemotongan hewan)  pada Selasa, 18 Februari 2020 yang jatuh sehari sebelum Galungan. Pesta makan daging babi bersama itu disiarkan TV, dimuat mdedia massa cetak, dan juga di-share di sosial media. Masyarakat pun tak lagi ragu untuk membeli dan mengkonsumsi daging babi.

Makanan kuliner Bali termasuk lawar yang dibuat dari daging babi (foto Darma Putra)

Meskipun ada dua isu, perayaan Galungan berjalan normal, seperti biasa khusyuk dan poenuh suka cita. Masyarakat merayakan hari suci ini dengan memasang penjor di gerbang rumah, atau tepi jalan, yang membuat spiritualitas Bali semakin indah. Galungan terrayakan dengan khusyuk suci.

Penjor sebagai wujud kesucian yang penuh keindahan.

Pemancangan penjor di gerbang rumah dan pura, adalah simbol dari penancapan sarana upacara dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa di dalam hati nurani (DP)