Aling-aling Bali di Bandara Internasional Ngura Rai (Foto Darma Putra)

Ada hal baru di depan pintu masuk ruang security check (pemeriksaan keamanan) dan Imigrasi di terminal keberangkatan internasional Ngurah Rai Airport. Di pintu masuk itu, terpasang aling-aling terbuat dari kayu berukiran khas Bali.

Aling-aling adalah pembatas yang terpasang sesudah sebuah pintu tak berdaun dengan minimal dua fungsi, yaitu orang luar tidak bisa melihat ke dalam dan orang yang masuk mesti memilih belok kiri atau kanan (lihat foto).

Aling-aling ini terpasang sesudah cek boarding pass dengan mesin dan sebelum penumpang melewati security check untuk barang dan badan. Penyekat tradisional ini menghalangi mereka berjalan lurus. Secara praktis, aling-aling membagi aliran penumpang ke kiri atau ke kanan.

Di Keberangkatan Domestik

Aling-aling dengan ukiran serupa juga terpasang di ruang keberangkatan domestik, tepatnya sesudah cek boarding pass untuk airport tax. Aling-aling ini pertama kali saya perhatikan ketika terbang dari Denpasar ke Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya, pertengahan Juni 2019.

Kapan tepatnya aling-aling itu terpasang di terminal keberangkatan internasional, saya tak tahu. Yang jelas, dalam penerbangan ke Jeju Korea Selatan pada akhir bulan Mei 2019 lalu hal itu sudah ada. Saya memberikan perhatian lagi pada penerbangan ke Amsterdam via Singapura, Minggu, 7 Juli 2019.

Aling-aling Bali di ruang keberangkatan internasional.

Pemasangan aling-aling ini memberikan nuansa Bali pada bandara internasional ini. Jika dikaitkan pada kepercayaan Bali, aling-aling diyakini bisa menghalangi berbagai kekuatan jahat masuk ke dalam (rumah atau pura).

Aling-aling biasanya dipasang di gerbang pura, atau di pintu masuk rumah warga. Demi kepraktisan, aling-aling di pintu masuk rumah sudah tidak lazim. Jarang bisa dijumpai pintu masuk rumah berisi aling-aling.

Bandara Internasional Ngurah Rai berusaha mengadopsi unsur budaya Bali untuk menghiasi ruang bandara. Dalam suasana Hari Raya Nyepi, biasanya dipasang ogoh-ogoh, dalam suasana Galungan dipasang penjor. Hari-hari biasa, pameran wayang juga bisa tampak menghiasi ruang-ruang tertentu di bandara. Kadang, bandara memamerkan aneka topeng atau barong.

Ogoh-ogoh di pertokoan ruang keberangkatan bandara Ngurah Rai..

Pameran visual itu juga dilengkapi dengan audio visual (video) mengenai tari topeng atau barong atau wayang, sesuai tema pameran.

Tema pameran juga disesuaikan dengan hari keagamaan. Saat Hari Natal dan Tahun Baru, misalnya, hiasan dan pameran ditandai dengan ikon-ikon Natal.

Rangkaian Buah ‘Gebogan’

 Dalam perjalanan ke Amsterdam lewat Singapura kali ini, saya melihat pajangan gebogan (karangan buah untuk sesajen) dipamerkan di areal keberangkatan bandara. Keterangan tentang pengertian dan makna gebogan disertai di sampingnya. Turis yang masih memiliki waktu senggang sebelum tergopoh ke pesawat, biasanya berhenti sejenak untuk berfoto atau membaca deskripsi singkat yang tertera.

Gebogan buatan.

Sebagai pajangan atau pameran, tentu saja gebogan yang ada bersifat turistik dan hiasan belaka. Tujuannya sebagai hiasan yang artifisial yang mungkin bisa mengingatkan wisatawan yang meninggalkan Bali akan unsur Budaya Bali yang dinikmati selama berlibur di Pulau Dewata.

Kesan pertama turis kepada sebuah destinasi terbentuk di bandara. Ini tak bisa dibantah. Tapi, kiranya perlu ditambahkan juga bahwa kesan terakhir turis juga tergantung pengalaman mereka di bandara.

Hiasan gebogan dan promosi aktivitas di areal duty free.

Dengan menyajikan hiasan tematik budaya Bali atau yang lainnya sesuai aktualitas waktu, Bandara Ngurah Rai setidaknya bermaksud untuk menciptakan kesan destinasi wisata budaya Bali kian kuat di sanubari turis agar sudi datang lagi ke Pulau Dewata (Dap, 7-7-2019).