Wisatawan berfoto dengan boneka Imlek di Bandara Ngurah Rai, Bali (Foto-foto Darma Putra)

Sudah dikenal secara universal bahwa bandara adalah pencipta citra pertama dan terakhir buat wisatawan yang berkunjung ke sebuah destinasi. Sadar akan hal itu, Bandara Ngurah Rai, Bali, senantiasa berusaha memanjakan wisatawan dengan dekorasi dan ilustrasi yang menarik dan aktual.

Dalam perayaan Tahun Baru Cina 16 Februari 2018, misalnya, bandara dihias dengan dekorasi suasana Imlek. Meski sudah seminggu berlalu, suasana Imlek masih terasa di terminal keberangkatan Bandara Ngurah Rai, seperti terlihat Sabtu, 24 Februari 2018, saat kami melenggang menuju pintu keberangkatan 5, naik QATAR Airways menuju Amsterdam.

Di sana-sini masih terpasang lampion merah, pernak-pernik Imlek dominasi warna merah dan pink. Ada juga boneka hidup mondar-mandir memikat hati penumpang yang lewat melenggang.

Beberapa wisatawan yang terpikat tampak berfoto dengan patung China. Ungkapan Chinese New Year memang sangat kental lewat dekorasi yang terpasang sejak pertokoan sampai ke lorong gate naik ke pesawat.

Dekorasi untuk perayaan Imlek di Bandara Ngurha Rai.

Di lorong ada juga dipasang miniatur konco, berisi patung cina, payung, dan ‘room of fortune’. Di tembok terpasang ikon jantung warna pink, menambah suasana kasih sayang dan suka-cita ruang keberangkatan. Tidak mau ketinggalan memori, beberapa wisatawan berfoto dan selfi, menambah kenangan mereka sebelum meninggalkan Bali.

Tanda jantung pink di terminal keberangkatan Ngurah Rai Bali.

Aksen Aktual

Bandara Ngurah Rai sering memberikan aksen aktual pada suasana terminal kedatangan dan keberangkatan. Saat Hari Nyepi, pihak Bandara Ngurah Rai memasang patung ogoh-ogoh. Pernah ada pameran berbagai topeng Bali, disertai video seni pertunjukan seperti Barong Dance.

Bagi yang pernah melihat patung selama liburan di Bali, pameran patung itu menguatkan memorinya. Bagi yang belum, pameran itu akan memperkenalkan mereka akan unsur seni budaya Bali yang tak sempat disaksikan.

Semua dimaksudkan untuk menambah kesan bagi penumpang yang meninggalkan Bali. Menambah kenangan akan destinasi wisata yang dikunjungi.

Lorong berhiaskan lampion.

Aksen Bali

Aksen Bali di terminal keberangkatan Bandara Ngurah Rai tampak dalam beberapa hal seperti di gerai penjual baju kaos ilustrasi Bali.

Di sebuah sudut, ada toko “From Bali with Love” menjual kaos bergambar barong, bertuliskan BogBog, dan sejenisnya. Harga kaos ini sekitar Rp 130 ribu, tergantung desain dan mutu.

From Bali with Love, gerai suvenir baju kaos.

Sejak beberapa waktu, di bandara keberangkatan juga hadir Made’s Warung, resto yang populer di Kuta dan Seminyak. Warung ini adalah yang keempat yang dimiliki Ibu Made Masih, setelah awalnya di Kuta (sejak 1970-an), Seminyak (1990-an), dan dekat pelabuhan Benoa (2015).

Satu cabangnya juga dibuka di Belanda, negeri asal Peter,  suami Bu Made.

Menu nasi campur ala Made’s Warung.

Aneka menu ditawarkan Made’s Warung, dan tentu saja tidak ketinggalan masakan Bali, seperti nasi campur lauk sate lilit dan tempe. Suasananya mirip dengan atmosfir Made’s Warung di Kuta dan Seminyak, ditandai dengan kursi kayu panjang. Kursi atau dampar kayu itu memberikan aksen warung ala Bali tempo doeloe.

Sudah beberapa kali lewat di terminal keberangkatan, namun baru malam itu saya dapat menyempatkan diri duduk dan mencoba makanan kecil.

Kursi kayu menambah aksen Bali warung tempo doeloe.

Pelayannya ramah. Suasananya bagus. Namanya warung, tetapi hidangan dan menunya berkelas internasional.

Saya mencoba es juice alpokat dan kentang wages, lezat nian sebagai makanan ringan di malam hari.

Bahasa Bali

Sejak akhir tahun 2017, Bandara Ngurah Rai, memasukkan bahasa Bali dalam bahasa announcement, informasi penerbangan. Selama ini, bahasa yang dipakai adalah Indonesia, Inggris, dan Mandarin atau Jepang untuk penerbangan tertentu.

Kemudian, mulai dipakai bahasa Bali, baik di terminal domestik maupun internasional. Penggunaan bahasa daerah dalam bahasa informasi bandara juga dilakukan di beberapa tempat di Indonesia, misalnya di Bandara Adi Sucipto, Jogyakarta, menggunakan bahasa Jawa.

Mengapa bahasa Bali? Apa pertimbangannya?

“Ini permintaan dari Presiden. Ini semata-mata karena kami ingin memberikan suatu sentuhan kearifan lokal bagi Bandara Ngurah Rai. Karena itulah kami terapkan bahasa Bali sebagai announcement,” ujar Kepala Humas Bandara Ngurah Rai Arie Ahsanurrohim,  seperti dikutip harian Nusa Bali, Senin (25/12/2017).

Dalam keriuhan bandara, saya sempat merekam salah satu pengumuman dalam bahasa Bali, seperti ini:

atur piuning tityang majeng ring ida dane penumpang Korean Air nomor penerbangan KX nem pitu tetujon Incheon.. durusang munggah saking pintu nomor siki.

Informasi ini adalah panggilan untuk penumpang Korean Air tujuan Incheon, Seoul, untuk segera naik ke pesawat melalui pintu nomor satu.

Tak hanya tari, ukiran, suvenir Bali mewakili citra Bali di bandara, tetapi juga bahasa. Pemakaian bahasa Bali kiranya bisa memupuk kebanggaan orang Bali atas bahasa Ibunya yang ditampilkan dalam lanskap internasional

Lebih dari itu, bahasa Bali juga akan memperkenalkan kepada para penumpang bawah masyarakat Bali memiliki bahasa daerah. Paling tidak, wisatawan akan bertanya, bahasa apa itu? Jawabannya tentu adalah: ‘Bahasa Bali’ (Darma Putra).