Penjor Galungan 10 Februari 2016 (Foto Darma Putra)
Penjor Galungan 10 Februari 2016 (Foto Darma Putra)

berjajar penjor Galungan dan Kuningan
melengkung melambangkan gunung
wujud sujud mendaki kegemilangan suci

Foto di atas saya jepret di Jln Gunung Agung, Denpasar, di depan sebuah toko menjual bahan-bahan bangunan, di dekat Tukad Mati, suatu pagi 10 Februari 2016, sehari menjelang Hari Raya Galungan.

Toko ini juga menjual bambu untuk bahan penjor. Dengan demikian, penjor indah yang dipasang di depan toko itu sekaligus sebagai promo display dagangan yang dijual.

Ketika foto penjor ini saya pasang di FB, banyak yang like, dan bahkan ada teman dari Bali yang tinggal di Suburb Bethania, Queensland, Australia, mengambilnya dan memasang di wall-nya untuk mengucapkan selamat hari raya Galungan.

Foto ini menawan antara lain karena komposisi dan warna. Penjor biasanya menggunakan hiasan janur  dan flora segar warna alami. Namun, karena tidak mudah mencari janur dan harganya pun bisa mahal pada saat hari raya maka banyak orang menggunakan hiasan kertas warna-warna kontras yang lebih mudah didapat atau murah dibeli.

Hiasan janur diganti dengan daun rontal kering yang banyak dijual menjelang hari raya tiba. Warna hiasan penjor yang pink di lengkungan bambu dan langit biru dengan sedikit awan putih yang membuat kontras estetik dan jernih.

Kliping Radar Bali, 9 Februari 2016.
Kliping Radar Bali, 9 Februari 2016.

Banyak juga yang masih bertahan menggunakan dedaunan dan janur segar, bukan lontar yang kering. Penggunaan janur segar itu membuat penjor lebih indah. Orang yang mampu biasanya membuat penjor yang bagus, besar, dan segar.

Sarana hiasan penjor memang bisa dibeli, termasuk sampiyan (yang menggelantung di ujung tali). Harga hiasan penjor bervariasi, dari Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu, tergantung kualitas atau kemegahan. Harga sebatang bambunya, tergantung ukuran dan kualitas, rentangnya dari Rp 25.000 – Rp 250.000.

Biaya membuat penjor sendiri dengan membeli yang sudah jadi kurang lebih sama. Kelebihannya biasanya terletak pada ongkos jasa dan biaya pengiriman ke lokasi.

Penjor Galungan dipasang selama 35 hari alias satu bulan Bali. Masyarakat juga sering membuat penjor untuk hiasan acara pernikahan, festival, peresmian kantor atau hiasan seminar di hotel. Ini jenis penjor dekorasi, disebut dengan penjor-penjoran, berbeda dengan penjor Galungan.

Ada perbedaaan antara penjor Galungan dan penjor dekorasi. Penjor suci Galungan berisi kain bertuliskan aksara Hindu Ongkara. Juga buah-buahan (padi dan atau kelapa) dan tempat sesajen.  Penjor dekorasi atatu penjor-penjoran tanpa sarana tersebut. Penekanannya pada hiasan, demi dekorasi semata.

Belakangan juga muncul penjor ‘merah putih’ karena berisi hiasan seperti warna bendera Indonesia. Penjor seperti ini biasanya dibuat dan dipasang dalam suasana perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus.

Penjor Merah Putih Semarakkan Gianyar_182977
Penjor Merah Putih Semarakkan Gianyar (Foto Suara Dewata)
Penjor Merah Putih (foto suara dewata)
Penjor Merah Putih (foto suara dewata)

Tanda Syukur

Pada saat hari raya Galungan, umat Hindu di Bali memasang penjor di depan rumah, biasanya di sisi kanan. Penjor merupakan tanda syukur umat kepada Tuhan atas karunia-Nya. Bentuknya yang lengkung melambangkan gunung, ketinggian yang suci tempat sthana atau singgsana Tuhan Yang Maha Esa. Menghadirkan penjor berarti menghadirkan tempat pemujaan terhadap-Nya.

Pemasangan penjor pada saat Galungan merupakan tradisi baru, mulai semarak sejak 1990-an. Pada dekade 1980-an ke belakang, pemasangan penjor bukan hal yang lumrah. Penjor hanya dipasang kalau hari raya Galungan bertepatan dengan bulan Purnama, biasa disebut dengan Galungan Nadi (jadi), hari raya yang istimewa. Belakangan, ada tafsir bahwa semua Galungan adalah Galungan ‘jadi’, maka setiap Galungan mesti memasang penjor.

Setiap Galungan diperlukan banyak penjor, dan sarana pembuatannya terutama bambu. Tak hanya harga menjadi lebih mahal, kebutuhan akan janur pun ‘diimport’ dari luar Bali karena tidak tersedia lagi dengan cukup di Bali.

Galungan tiba setiap 210 hari (enam bulan penanggalan Bali), kebutuhan akan penjor selalu banyak. Untuk bambu sementara dapat dipenuhi dari Bali karena terkadang sebatang bambu bisa digunakan untuk penjor berikutnya.

Kebutuhan bambu dan janur disambut oleh pedagang untuk menjual bahan perlengkapan penjor atau menjual penjor yang sudah jadi. Setiap menjelang hari raya banyak terlihat mobil pick up mengangkut penjor untuk dikirim ke pembeli, semacam delivery.

Sebuah kendaraan kecil, mengangkut penjor ke tempat tujuan (Foto Darma Putra)
Sebuah kendaraan kecil, mengangkut penjor ke tempat tujuan (Foto Darma Putra)

Para cerdik pandai mungkin membaca gejala ini sebagai komodifikasi, atau urusan jual beli, namun masyarakat menganggapnya sebagai kepraktisan. Daripada membuat menghabiskan waktu dan belum tentu terampil mengerjakan, apa salahnya membeli, bahkan sampai memasangkan, semacam menerima beres, menerima jadi.

Jajaran penjor di seluruh Bali pada hari raya Galungan menandai khyusuk meriah perayaan hari suci dan wujud sujud umat pada Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dalam bahasa Bali ada pepatah yang menggunakan kata ‘penjor’ yaitu ‘buka petapan penjore, ane leser metanem, ane bengkok payasin’. Artinya: seperti filosofi penjor, yang  lurus ditanam sedangkan yang bengkok dihiasi. Maknanya: kejujuran tak dihargai, sikap congkak diapresiasi.

Tentu saja pepatah ini hanya pepatah, tidak ada kaitannya dengan makna penjor suci Galungan yang begitu dimuliakan (Darma Putra).