Peta kota Denpasar yang dibuat pemerintah kolonial Belanda tahun 1915. Koleksi KITLV, Leiden.

Bagaimanakah wajah Kota Denpasar awal 1900-an? Ada apa sajakah di kota ini waktu itu? Dari mana jejak perangai kota ini bisa dilacak?

Saya berysukur bisa mendapatkan peta kota Denpasar yang dibuat Belanda tahun 1915. Di tengah absennya sumber informasi dan foto dari masa itu, peta Kota Denpasar yang dibuat sekitar sembilan tahun setelah Puputan Badung itu banyak berisi informasi mengenai gedung-gedung yang ada, mulai dari kantor-kantor pemerintahan, sekolah, penjara, kantor polisi, pemadam kebakaran, kantor pos dan telegraf, kantor telepon, penjara, dan bahkan gudang opium. Semuanya itu menggambarkan proses perkembangan kota Denpasar dari awal abad ke-20 sampai adanya kini di abad ke-21.

Peta Denpasar 1915 merupakan peta tertua yang tersimpan di perpustakaan KITLV, Leiden (Kode D F 11,7). Tentu saja ini bukan peta tertua secara keseluruhan, karena ketika tentara Belanda menyerang dalam Perang Puputan Badung 1906, mereka memiliki peta yang menjelaskan lokasi sasaran serta pos-pos penting lainnya.

Peta Denpasar 1915 juga bukanlah peta terakhir di era penjajahan karena setelah itu pemerintah kolonial juga mengeluarkan peta Denpasar yang lain, seperti peta topografi tahun 1923 dan 1930 (tahun perkiraan). Peta Denpasar 1930, berisi pura dan masjid, sesuatu yang tidak ada pada peta 1915.

Peta Denpasar 1915 dibuat oleh A. Glastra van Loon, menggunakan kertas kalkir putih, ukuran 67,5 x 56 cm, skala 1:5000. Ada 38 bangunan (minus nomor 33) dicantumkan di dalam peta ini, dengan radius sebatas Wangaya–kampoeng Djawa-Taen Siap (utara), Kajoe Mas (timur), Sanglah (selatan), dan poros Belong-Tjlagigendong (barat).

Kantor Pos, Telepon, dan Sekolah

Peta Denpasar 1915 tidak mencantumkan nama jalan, mungkin saat itu nama-nama jalan belum ditetapkan. Titik pusat peta ini adalah Aloon-aloon (kini Lapangan Puputan).

Di sebelah utara Alun-alun, yang kini menjadi rumah jabatan Gubernur Bali, ada tiga kompleks bangunan: kantor Asisten Resident (paling barat), rumah Asisten Resident (tengah), dan Kantor Pos dan Telegraf sekaligus rumah pimpinannya (timur).

Kantor Pos itu masih bercokol sampai sekitar 1979. Setelah pindah ke Renon awal 1980, sesekali masih ada wisatawan asing pangling di utara Alun-alun mencari-cari kantor pos. Ini terjadi karena turis itu membawa buku panduan wisata (guide book) lama.

Di sebelah timur kompleks perumahan Gubernur atau Jalan Kaliasem terdapat tiga kompleks bangunan yaitu kantor telepon serta rumah pimpinan dan karyawannya. Sampai sekarang, properti itu masih ada, walau instansi Telkom sudah memiliki gedung di Renon dan di Teuku Umar.

Hadirnya Kantor Pos dan Kantor Telepon tahun 1915, sekitar satu dasawarsa setelah Puputan Badung, bisa dilihat sebagai tanda kemajuan kota Denpasar. Bagi pemerintah kolonial, komunikasi lewat surat dan telepon tampaknya merupakan prioritas, untuk memperlancar birokrasi atau memperteguh kekuasaannya.

Tanda kemajuan Denpasar bisa juga dilihat dengan hadirnya dua sekolah modern Belanda. Pertama, sekolah untuk pribumi (Schoolen voor Inlanders), lokasinya di seberang selatan Alun-alun, kira-kira di lokasi kantor Pertamina (sekarang). Di sebelah timur sekolah ada kantor polisi dan di timurnya lagi kantor Irigasi dan perumahan pejabatnya. Di ujung timur, yang kini kantor Garuda Indonesia adalah tanah kosong. Beberapa tahun kemudian, di leretan itu dibangun kantor KPM (perusahaan kapal layar Belanda) yang berurusan dengan pariwisata, pendiri Bali Hotel tahun1928.

Sekolah yang kedua adalah Hollandsch Inlandsch School (HIS) lokasinya di Jalan Surapati, di seberang jalan dari sekolah itu ada dua perumahan untuk kepala sekolah dan guru. Untuk tambahan sekolah, sudah disediakan lahan di Jalan Kartini, ini yang kemudian menjadi sekolah Cina yang gedungnya pernah dipakai oleh Universitas Bali (1980-an) dan kantor sementara (1990-an) Pemkot Denpasar.

Keterangan peta kota tentang gedung-gedung yang ada di Denpasar tahun 1915
Keterangan peta kota tentang gedung-gedung yang ada di Denpasar tahun 1915

Gudang Opium

Gudang opium dan rumah penjaganya berlokasi di Jalan Veteran, kira-kira tepat di lokasi Bali Hotel sekarang. Opium atau madat candu lainnya pada zaman Belanda beredar legal. Beberapa raja ada yang senang mengonsumi candu, begitu juga masyarakat biasa. Belanda mendapat banyak pajak dari opium, jaringan perdagangan biasanya dikuasai etnik Cina. Untuk di Denpasar, opium masuk lewat pelabuhan Benoa.

Belakangan Belanda sadar, opium tidak baik. Raja-raja yang kecanduan disarankan berhenti menghisapnya karena bisa merepotkan roda pemerintahan. Konon, ada dua raja yang menyerahkan alat sedot opiumnya kepada Belanda, tanda berhenti nyandu.

Bahwa masyarakat di kota dan desa-desa banyak yang memadat bisa diketahui dari cerita-cerita di buku pelajaran sekolah seperti yang ditulis oleh Guru Made Pasek dan I Ketut Nasa (keduanya dari Buleleng). Pemadat biasanya dilukiskan masuk penjara bukan karena memadat tetapi karena mencuri uang atau sapi untuk membeli madat.

Untuk mengurangi pecandu, Belanda sengaja membuat rumah penjualan candu di kota dan desa-desa yang banyak pemadatnya. Ini bukan untuk meningkatkan penjualan dan pajak tetapi untuk mengontrol peredaran opium, dan lama-lama mengurangi pemadat.

Lewat rumah penjualan opium yg terpusat, harga candu pelan-pelan dinaikkan sehingga tidak banyak orang yang mampu membeli, dan rasa madat dihambarkan sehingga tidak membuat orang sakit. Karena hambar, orang tidak suka madat lagi!

Rumah Sakit, Penjara, Pemadam Kebakaran

Satu-satunya rumah sakit (Zieken huis) yang sudah ada tahun 1915 adalah RS Wangaya. Selama ini, RS ini dianggap berdiri 1921, mungkin perlu direvisi karena sudah ada dalam peta 1915. Penjara (gevangenis) berlokasi di Jalan Diponegoro yang di selatan dan utaranya (agak jauh) ada kantor polisi. Selama ini Penjara Denpasar dianggap berdiri 1916, nyatanya sudah ada dalam peta 1915. Di sinilah pelaku kriminalitas dihukum, termasuk pencuri yang melakukan aksinya untuk membeli madat. Tahun 1986, Penjara Denpasar dipindahkan ke Kerobokan.

Peta Denpasar 1915 menunjukkan ada dua kantor Pemadam Kebakaran. Satu terletak di Jalan Beliton (seberang jalan selatan Kantor Kodam), satu lagi di pojok Jl. Wahidin dan Thamrin ujung barat Jl. Gajah Mada. Sampai tahun 1970-an, daerah itu dikenal dengan Batan Moning. Penyediaan dua pemadam kebakaran ini mungkin karena saat itu sering terjadi kebakaran, atau kehati-hatian Belanda menjaga propertinya.

Di barat Alun-alun, di sekitar Kantor Walikota Denpasar sekarang, berdiri kantor kontrolir(pejabat di bawah asisten resident). Di sebelah selatan–belakangnya adalah rumah kontrolir. Kompleks kantor dan rumah kontrolir berdekatan dengan Kantor dan Rumah Assisten Resident. Kantor Resident-nya sendiri yang mewilayahi Bali-Lombok ada di Singaraja.

Yang belum Ada

Di sebelah timur Alun-alun kosong, tidak tercantum ada bangunan. Museum Bali yang kini bercokol di sana baru rampung 1932. Pura Jagatnatha, di utaranya, dirintis pembangunannya 1960-an, jadi tidak ada juga di sana .

Bali Hotel dibangun tahun 1928 oleh KPM Belanda, juga tidak ada dalam peta ini. Namun, di sekitar lokasi Bank Dagang Bali (kini) dulu ada pesanggrahan atau penginapan.

Lewat peta yang dibuat 95 tahun silam itu, sekelumit wajah Denpasar bisa disimak. Perubahan jalan terus, gudang opium lenyap, panggung dan pentas seni bertumbuhan, maka peta-peta serupa mesti digambar terus, agar perubahan tercatat untuk sejarah dan anak cucu kita!

* Darma Putra

Revisi kecil dari artikel yang dimuat di Bali Post, Minggu, 10 Oktober 2010

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=15&id=43095