Teks Darma Putra, Foto Ary Bestari

topeng mabukPesta Kesenian Bali (PKB) senantiasa menjadi arena untuk menampilkan seni kreasi baru. Dalam pagelaran Selasa (23/6) lalu, sekaa angklung kebyar Werdi Ulangun Desa Ambengan, Buleleng, menampilkan kreasi baru tari topeng berjudul Ting.

Tari topeng Ting mengisahkan anak muda minum arak oplosan sampai mabuk lalu berkelahi. Topeng kreasi baru ini diciptakan oleh Made Sukantara Arpin (penata tari) dan Gede Agus Sucipta (penata tabuh).

Nama ‘Ting’ yang dijadikan judul diambil dari denting bunyi gelas beradu saat peminum bersulangan. Pesannya kuat yaitu mengajak masyarakat untuk menjauhi minuman keras alias ‘say no to alcohol’.

Diiringi tabuh angklung kebyar berirama manis dinamis ekspresif, mucullah empat penari topeng berwajah ceria, penuh senyum. Mereka bersenang dan bercanda. Warna topeng mereka putih atau sawo matang cerah, mengesankan wajah normal tanpa dosa.

Kemudian muncul penari topeng agresif, kulit wajahnya coklat gelap, dan membawa sebotol arak. Bibirnya cembung, giginya kelihatan dalam senyum sempit sehingga wajahnya mencerminkan sosok jahat.

Penari topeng jahat ini mengajak anak-anak muda untuk minum arak. Mereka diberikan arak dengan cuma-cuma, sampai akhirnya anak muda itu mabuk dan berkelahi satu sama lainnya. Si topeng jahat senang menyaksikan anak muda mabuk dan saling pukul.

Gerakan tari topeng ini lucu dan memukau. Penonton bertepuk riuh ketika adegan perkelahian anak muda mabuk dilakukan dengan gerakan slow motion (pelan bertenaga). Empat penari topeng muda itu berkelahi satu lawan satu.

Saat perkelahian iotu, si topeng jahat mengocok araknya yang semula kuning berubah menjadi putih. Gerakan ini untuk menunjukkan bahwa arak yang dibagikan adalah arak palsu.

Setelah anak-anak muda itu sadar dari sempoyongan, mereka berempat mengeroyok si topeng jahat, juga dengan gerakan campuran antara keras dan slow motion.

Tarian diakhiri dengan pesan sesuai prinsip karma phala: yang jahat mendapat pahala buruk.

Pesan tarian ini cukup jelas, yakni minum arak atau alkohol lainnya harus dihindari karena mengakibatkan mabuk dan tindakan kriminalitas. Mabuk jelas dilarang ajaran agama.

Topeng Ting ini menunjukkan bahwa seniman Bali aktif merespon fenomena sosial. Topeng ini mendapat inspirasi dari kasus arak oplosan yang menjadi berita menghebohkan di Bali akhir Mei/Juni lalu, yang mengakibatkan lebih dari 20 orang meninggal setelah mengkonsumsi arak metanol.

Kalau mau lebih kreatif, tentu saja kreasi topeng Ting ini bisa dikembangkan, misalnya dengan menyisipkan pergantian topeng agar topeng ketika anak-anak muda tampil bersenang, dan ketika mereka mabuk, dan kemudian setelah mereka sadar berbeda-beda. Dengan demikian eskpresi mabuk dan sadar bisa lebih kuat, dan tentu jenaka dan menghibur.

Saya pikir, topeng Ting ini pantas disebarkan dan disosialisasikan dalam berbagai pementasan. Tak hanya indah, menghibur, tetapi karena pesannya ‘say no to alcohol’ sangat relevan dan menarik.

Penampilan Ting telah membuktikan bahwa PKB merupakan arena tempat pementasan kreasi baru.

Selain Ting, pada  acara pagelaran yang sama, kelompok angklung kebyar dari Bangli menampilkan kreasi topeng berjudul Sangkep (rapat) yang menyindir demokrasi kita yang masih diwarnai perkelahian. 

Kreasi baru lainnya dari Buleleng adalah tarian Sueta Bangkaja (teratai putih), yang kelak mungkin bisa populer seperti tari Manukrawa yang inspirasinya muncul dari arena PKB.

Bagi penonton yang tekun dan apresiatif, PKB yang tampak rutin dan riuh pengap berdebu seperti pasar malam, sesungguhnya senantiasa menyajikan hal baru yang melegakan: Ting!

Dimuat tabloid TOKOH, 28 Juni-4 Juli, hlm 9